BISAKAH GENERASI MILENILAL punya rumah? Pertanyaan ini sering diungkapkan ketika generasi milenial, yaitu generasi yang lahir sekitar tahun 1981-1996 atau kini berusia antara 24-39 tahun terlihat begitu selow atau santai menyikapi hal semacam ini. Padahal, sudah menjadi hal yang umum bahwa salah satu impian sebagian besar orang adalah mampu mencukupi diri dalam tiga hal primer (utama), yakni sandang (pakaian), pangan (makanan), dan papan (rumah). Dua kebutuhan pertama tentu sudah tidak perlu dipertanyakan lagi. Akan tetapi, bagaimana dengan pemenuhan kebutuhan akan papan atau perumahan, terutama bagi kaum milenial saat ini?
Kebutuhan akan rumah adalah primer bagi manusia. (Foto: dok. pri) |
Kabar yang lumayan mengejutkan adalah berdasarkan data Kementerian PUPR tahun 2019, sebanyak 81 juta generasi milenial di Indonesia belum memiliki hunian sendiri. Padahal saat ini mereka merupakan populasi yang paling mendominasi penduduk di Indonesia.
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW), Ali Tranghanda menuturkan bahwa generasi milenial perlu diberikan edukasi mengenai investasi properti. Masih banyak kaum milenial yang belum mengetahui proses KPR karena dianggap sulit.
Beberapa Faktor Penyebab Gen Y (Generasi MIlenial) Sulit Memiliki Rumah
1. Besar Penghasilan, tetapi tidak punya tabungan yang cukup
Generasi milenial dikenal sebagai generasi yang sebagian besar berprinsip menikmati hidup. Oleh karena itu, mereka rela untuk mengeluarkan uangnya untuk hal-hal yang memiliki tujuan untuk menikmati hasil jerih payah mereka. Mereka pun tidak sayang mengeluarkan uang untuk hal-hal yang sebenarnya positif seperti memberi bantuan/sumbangan kepada kaum duafa atau korban bencana.
Tujuan dalam hidup dan nilai yang mereka anut
memang unik, tetapi manajemen keuangan yang belum rapi membuat mereka kadang
kesulitan untuk menyisihkan uang atau berinvestasi.
2. Punya lifestyle yang konsumtif
Rasanya sulit untuk menafikan bahwa kaum milenial memiliki gaya hidup yang konsumtif. Cara mereka mengisi waktu luang atau bersosialisasi cenderung mengikuti tren dan mudah untuk dipengaruhi satu sama lain. Gaya hidup konsumtif, baik dari segi fashion atau kuliner misalnya, tentu saja mengambil sebagian besar dari dana yang mereka miliki.
3. Merasa belum perlu memiliki rumah karena belum menikah
Generasi milenial merupakan generasi yang sebagian besar berfokus pada karir atau pekerjaan yang mereka geluti. Hal tersebut menyita perhatian mereka sehingga banyak yang menunda untuk menikah. Bagi mereka menikah merupakan sebuah kondisi yang membatasi aktivitas, apalagi jika telah memiliki anak.
Tak mengherankan jika belakangan ini menunda menikah dan child free banyak diadopsi oleh generasi langgas ini. Kebebasan masa lajang juga membuat mereka tidak membutuhkan tempat tinggal secara permanen karena mobilitas mereka yang cukup tinggi.
Pasutri akan lebih tenang jika punya rumah sendiri (Foto: banksinarmas.com) |
4. Tinggal bersama orangtua dan masih ingin merawat mereka
Generasi milenial yang disebut juga generation
me atau echo boomers sering kali masih memilih untuk tinggal bersama
orangtuanya. Mereka memiliki pertimbangan bahwa dengan tinggal bersama
orangtua, maka mereka masih bisa menghemat pengeluaran terkait dengan tempat
tinggal sekaligus bisa mendampingi/merawat orangtua mereka.
5. Mementingkan gawai/gadget dan plesiran ketimbang beli properti
Sebagai generasi yang sangat fasih terhadap perkembaangan teknologi dan informasi, generasi milenial memilih untuk memiliki gawai atau gadget yang bisa mereka andalkan ketimbang hal-hal lain. Demikian pula dengan perkembangan informasi yang sangat cepat dan terlibatnya mereka dalam berbagai platform media sosial, maka pilihan mereka untuk menikmati waktu luang dengan berlibur atau berwisata sangat masif.
Hindari mengejar prestise dan mengorbankan yang primer. (Gambar: freepik) |
6. Pendapatan tidak sebanding dengan kenaikan harga rumah
Berbeda dengan generasi baby boomers
yang menjadikan investasi properti sebagai favorit, hal ini disinyalir turut
membuat harga properti menjadi luar biasa tinggi, generasi milenial agak
kesulitan
untuk
mendapatkan perumahan karena pendapatan mereka tidak mampu mendukung
kepemilikan properti rumah.
7. Belum menemukan lokasi yang pas
Bagi kaum milenial yang bekerja di
perkotaan, tetapi tinggal di daerah pinggiran, lokasi untuk mencari rumah
bukanlah hal yang mudah. selain sudah demikian terbatasnya lahan, harga yang
tinggi membuat mereka berpikir ulang untuk membeli perumahan di dekat tempat
mereka mencari nafkah.
8. Harga properti yang terlalu mahal
Menurut
data dari CEIC, harga rumah di Indonesia naik sebesar 1,8%, lebih besar dari
tahun sebelumnya (Desember 2021) yang menunjukkan kenakan sebesar 1,5%.
Kenaikan ini menyebabkan kaum milenial semakin sulit membeli rumah, terutama di perkotaan karena harganya yg sulit untuk dijangkau.
9.
Bergesernya
minat bidang pekerjaan
Minat pekerjaan yang banyak beralih ke industri kreatif, freelancer, atau memiliki usaha sendiri sehingga tidak memiliki slip gaji dan penghasilan tetap. Hal terakhir inilah yang membuat generasi milenial sulit memenuhi persyaratan dalam membeli rumah dengan fasilitas Kredit Kepemilikian Rumah (KPR).
Tren piknik hanya demi konten pamer perlu dihindari. (Gambar: freepik) |
Manajemen Keuangan dan Investasi Bagi Kaum Milenial
Pada awal tahun 2001, saya memulai pekerjaan di sebuah penerbit buku di kawasan Bogor, Jawa Barat. Perjalanan menuju tempat bekerja, saya lakukan setiap hari dengan menggunakan angkot (angkutan kota) dan kereta api. Perjalanan yang memakan waktu rata-rata dua hingga empat jam menghadirkan kelelahan yang luar biasa dalam diri saya.
Apalagi di tahun 2004 saya sempat melanjutkan studi Strata 2 di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Kegiatan yang saya lakoni ini juga ditempuh dengan menumpang kendaraan umum (bus).
Perubahan inovatif KRL (Foto: Trie Haryanto/brilio) |
Kondisi perjalanan yang sering mengalami kemacetan dan kereta api yang belum senyaman sekarang (saat itu PT KAI berada pada masa transisi di bawah kepemimpinan Bapak Jonan) berefek pada kondisi fisik saya yang sering drop dan menderita penyakit yang justru membutuhkan terapi serta pengobatan cukup lama.
Pada akhirnya saya menyerah untuk melanjutkan pendidikan tersebut dan berdamai dengan kondisi. Saya kemudian lebih fokus bekerja karena menjadi tulang punggung bagi keluarga setelah Bapak meninggal dunia dan harus merawat ibu yang mengalami stroke.
Perjalanan panjang untuk pergi dan pulang kantor tersebut pada akhirnya membuat saya berpikir untuk mendapatkan tempat singgah untuk sekadar beristirahat atau menginap di sekitar kantor tempat saya bekerja jika saya harus lembur, ada kegiatan kantor, atau didera kelelahan luar biasa.
Secara kebetulan, saya yang saat itu menduduki posisi sebagai editor sekaligus menjadi pemimpin redaksi majalah internal perusahaan serta pengurus di Serikat Pekerja, mendapatkan informasi seputar upaya kepemilikan rumah bagi para karyawan. Tentu saja hal ini memberikan peluang bagi saya dan rekan-rekan sesama karyawan yang lain untuk memiliki rumah.
Berhubung serikat karyawan dan perusahaan membantu dalam proses ini, maka tentu saja prosesnya pun terasa semakin mudah. Setelah briefing yang dilakukan oleh pihak developer dan bank pemberi kredit mengenai tata cara atau prosedur serta persyaratan yang harus kami penuhi, kami mulai mengajukan proposal dan menjalani cicilan KPR perumahan bersubsidi dengan masa kredit selama 15 tahun, dimulai tahun 2007 hingga tahun 2022.
Beberapa syarat yang harus kami penuhi untuk mendapatkan KPR
subsidi dari pemerintah saat itu (sebenarnya tidak terlalu banyak berubah pada
saat ini) antara lain:
- WNI minimal usia 21 tahun atau sudah menikah, maksimal 65 tahun pada saat jatuh tempo kredit.
- Maksimal penghasilan:
- Tidak kawin Rp6.000.000
- Kawin Rp8.000.000
- Khusus Papua dan Papua Barat:
- Tidak kawin Rp7.000.000
- Kawin Rp10.000.000
- Pemohon dan pasangan tidak memiliki rumah
- Belum pernah menerima subsidi perumahan dari pemerintah
- Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT), dan Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi.
- NIK terdaftar di Dukcapil
Memang lokasinya relatif jauh dari perkotaan, tetapi hal tersebut justru sangat saya syukuri karena suasananya tenang dan jauh dari kebisingan. Betapa bahagia menyaksikan ibu saya bangga dengan pencapaian tersebut serta merasa betah dan menikmati tinggal bersama saya di rumah yang kami sebut vila itu. Di rumah ini pula saya kemudian menjalani hidup berumah tangga serta memiliki buah hati.
Anak-anak belajar di rumah mungil kami. (Foto: dok. pri) |
Bisakah Generasi Milenial Memiliki Rumah? How to Buy Their Own House?
Sebagai komposisi terbesar dalam masyarakat, generasi milenial yang sebagian besar sulit memiliki rumah tentu menjadi perhatian khusus, terutama dari pemerintah. Beberapa program telah dibuat oleh pemerintah dan terdapat APBN yang menganggarkan alokasi khusus untuk KPR demi membantu masyarakat dalam upaya memiliki rumah. Program tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Program Satu Juta Rumah
Kementerian PUPR menyediakan bantuan rumah layak huni serta prasarana, sarana, dan utilitas umum bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Hingga 31 Desember 2021, tercatat capaian rumah sebanyak 1.105.707 unit (826.500 unit MBR dan 279.207 unit non-MBR).
Program satu juta rumah untuk kebaikan bersama (Foto: kemenpupr) |
2. Fasilitas
Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP)
Skema pembiayaan KPR yang diberikan
pemerintah kepada MBR bekerja sama dengan perbankan di tanah air. Subsidi yang
diberikan pemerintah melalui FLPP dialokasikan sebesar Rp19,1 triliun pada
tahun 2022.
3. Program
Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM)
Skema subsidi pemerintah yang diberikan
kepada masyarakat berpenghasilan rendah dalam rangka pemenuhan sebagian/seluruh
uang muka perolehan rumah.
4. Program Kredit
Kepemilikan Rumah Subsidi Selisih Bunga (KPR SSB)
Kredit kepemilikan rumah yang
diterbitkan oleh bank pelaksana secara konvensional. Program ini membuat
masyarakat bisa mendapatkan pengurangan suku bunga melalui Subsisdi Bunga
Kredit Perumahan. Perbankan yang melaksanakan program ini biasanya ditunjuk
oleh pemerintah.
5. Program Bantuan
Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT)
Bantuan pemerintah yang diberikan kepada MBR yang telah memiliki tabungan dalam rangka pemenuhan sebagian uang muka untuk perolehan perumahan. Laman resmi Kementerian PUPR menerangkan bahwa BP2BT hanya diberikan satu kali untuk pembayaran uang muka atas pembelian rumah MBR.
Setelah mengetahui program-program tersebut, tentu impian untuk memiliki rumah bagi kaum milenial bukan lagi hal yang mustahil. Dengan pengelolaan keuangan atau manajemen finansial yang baik dan memiliki informasi terkait upaya pengajuan kredit kepemilikan rumah (KPR), tentu rumah yang diidam-idamkan sedikit demi sedikit bisa dicapai.
Berdasarkan paparan mengenai program yang dibuat pemerintah di atas serta belajar dari pengalaman saya yang sudah ceritakan sebelumnya, tentu saja generasi milenial juga bisa memiliki rumah yang mereka inginkan. Apalagi saat ini sudah ada PT Sarana Multigriya Finansial (Persero), sebuah perusahaan BUMN yang bisa membantu upaya tersebut.
Apa sih PT SMF dan @inveseries itu? Untuk memudahkan pemahaman, hubungan antara PT SMF dengan @inveseries itu sendiri berawal ketika Kementerian Keuangan RI melahirkan sebuah BUMN bernama SMF. Perseroan ini memiliki misi spesial (special mission vehicle) menyediakan perumahan yang layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah atau MBR.
PT SMF juga memiliki produk, yaitu EBA yang fungsinya membantu perbankan penyedia KPR agar terhindar dari risiko kehabisan dana (maturity missmatch) dan diritelkan menjadi EBA Ritel.
Selanjutnya, IG @inveseries dilahirkan dengan tujuan untuk mengedukasi tentang EBA Ritel dan literasi finansial atau investasi. PT SMF juga menggandeng @bion'sofficial milik @bnisecuritas46 sebagai kolega untuk tempat transaksi Eba Ritel tersebut.
PT SMF ini fokus dalam membangun dan mengembangkan pasar pembiayaan sekunder perumahan dengan memfasilitasi penyaluran dana dari pasar modal ke sektor perumahan dalam rangka mendorong pemilikan rumah yang terjangkau untuk setiap keluarga Indonesia.
Perwujudkan komitmen dari PT SMF dijalankan melalui kegiatan sekuritisasi, penerbitan surat utang serta penyaluran pinjaman kepada bank penyalur KPR sehingga dapat meningkatkan volume penerbitan KPR, terutama untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Untuk mengetahui lebih lanjut, langsung saja mengunjungi PT SMF dengan mengklik link di atas.
Tips buat Kaum Milenial Agar Dapat Membeli
Rumah
Disarikan dari m.bisnis.com, ada beberapa tips yang perlu dicoba oleh kaum milenial yang ingin mengatur strategi untuk membeli rumah. Tips tersebut membutuhkan upaya dan kesungguhan sehingga rumah yang menjadi impian dapat diperoleh.
1. Mengecek Kemampuan Finansial
Pemeriksaan kondisi finansial sangat krusial. (Foto: pexels/Karolina Grabowska) |
Kaum milenial perlu menyusun neraca keuangan yang meliputi
pemasukan dan pengeluaran serta menentukan skala prioritas di antara berbagai kebutuhan
dengan mengukur kemampuan diri sehingga kebutuhan-kebutuhan yang paling penting
tidak terabaikan.
2. Membuat Anggaran
Kaum milenial jangan
ragu untuk melakukan riset dan mempelajari cara-cara pembayaran rumah yang
memungkinkan untuk dilakukan selain dengan metode pembayaran secara tunai,
misalnya KPR, kredit developer, atau metode lain. Anggaran yang pasti, target
waktu yang definitif, dan angka yang jelas juga perlu dibuat agar rencana
keuangan tersebut lebih realistis dan dapat mengumpulkan uang.
3. Menentukan Prioritas
Kaum milenial perlu membuat prioritas agar bisa fokus pada satu hal. Misalnya, ketika berencana mengambil KPR, maka fokus utamanya adalah memenuhi DP lebih dahulu dengan memperhitungkan kemampuan finansial masing-masing.
4. Menanamkan
Investasi
Investasi merupakan hal yang penting dan perlu dipertimbangkan dalam kehidupn saat ini. Investasi bisa membantu mengembangkan aset untuk menghadapi inflasi. Untuk DP rumah misalnya, kita bisa menyisihkan 30% gaji ke instrumen investasi yang sesuai. Kaum milenial bisa mempelajari hal-hal terkait investasi yang perlu diketahui tersebut melalui IG @inveseries dan @ptsmfpersero.
Seiring waktu, dengan konsistensi maka anggaran untuk DP rumah akan bisa terpenuhi sedikit demi sedikit. Yang penting, bijaklah memilih investasi yang produktif, jangan tergiur investasi menggiurkan padahal bodong dan akhirnya merugikan.
5. Menjalankan
Strategi dengan Disiplin
Hal inilah yang mungkin sering kali sulit untuk dilakukan oleh siapa pun, disiplin! Penerapan rencana keuangan yang detail dan komprehensif secara disiplin sangatlah penting. Contohnya, menjaga besaran cicilan di bawah 30% dari gaji rutin menjadi sangat krusial ketika kita mengambil skema KPR. Besaran 30% ini merupakan angka aman karena hal ini sudah termasuk semua cicilan utang yang kita miliki.
Kita harus fokus dan konsisten dalam rencana ini lebih dulu. Jika kita menambahan utang lain, maka hal itu hanya akan membuat beban kita semakin berat. Lebih banyak uang yang disisihkan untuk menabung atau investasi akan membuat rencana tersebut semakin lancar. Komitmen disiplin jangka panjang inilah yang sangat diperlukan agar kepemilikan rumah bisa tercapai.
Perumahan FLPP hadir sebagai solusi punya rumah yang mudah. (Foto: ppdpp.iid) |
Nah, dengan melakukan tips dan trik sebagaimana di atas, maka bisakah generasi milenial memiliki rumah? Jawabannya tentu saja bisa. Tak ada salahnya untuk sesekali menikmati gawai baru, liburan ke tempat-tempat yang seru, mengikuti gaya fashion yang keren, atau hang out bersama teman untuk sekadar refreshing.
Namun, tentu kebutuhan akan tempat tinggal dan berinvestasi dimasukkan pula dalam
prioritas utama agar bisa mempersiapkan masa depan yang aman dan lebih cuan.
Masih bingung mau ambil investasi seperti apa? Langsung saja kepoin https://www.smf-indonesia.co.id/ untuk mendapatkan inspirasi yang sesuai kebutuhan.