Saat kami sedang bercengkerama sambil menikmati teh dan camilan, Bumi (9 tahun) bertanya, “Bunda, kalau nanti aku sudah bekerja dan tinggal di luar negeri, Bunda mau ikut aku atau Mas Rumi?”
Aku tidak terkejut—soalnya sudah sering—dan hanya tersenyum mendapat pertanyaan seperti itu. “Kenapa kamu tanya kayak gitu, Dik? Memang nanti kamu mau tinggal di mana?” Saya balik bertanya karena sejujurnya itu termasuk pertanyaan yang sangat sulit. Memang agak curang sih, heuheuheu.
Rumi (11 tahun) yang tadi sedang asyik membaca komik ikutan nimbrung, “Aku kan mau tinggal di Belanda karena pabrik truk DAF itu ada di sana. Kalau adik tinggal di Jerman karena pabrik truk MAN ada di Jerman. Aku dan adik pengin jadi insinyur truk di sana. Nanti Bunda dan Ayah bisa ikut aku atau adik supaya ada yang jagain.”
|
Truk besar karya Bumi menggunakan program Paint di komputer |
Saya tertawa sampai menangis mendengar mereka mengucapkan kata-kata itu. Mengkhayal banget sih, tapi bukankah mimpi itu memang harus setinggi langit? Namun impian itu setidaknya sudah tecermin dalam hobi Bumi yang sangat gemar menggambar aneka kendaraan, terutama truk besar yang memukaunya.
Percakapan random dengan beragam tema seperti contoh di atas sering terjadi di antara kami. Bagi sebagian orangtua, terutama di lingkungan kami, percakapan seperti ini mungkin hal yang aneh dan tidak banyak dilakukan. Namun bagi kami, hal-hal yang mereka katakan seperti itu menjadi sangat penting, salah satunya untuk menilai pola pikir dan sikap mereka.
Tak ada sekolah menjadi orangtua
Sebagai orangtua, saya dan suami sangat menyadari keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami tak pernah berhenti untuk mencarinya dari berbagai sumber, termasuk mengenai hal parenting.
Waktu masih tinggal di Bogor kami rajin ikut seminar, bergabung dalam komunitas, dan membaca literatur yang berkaitan dengan parenting agar pengasuhan semakin produktif. Banyak hal yang kami dapat dari sana dan sedikit demi sedikit kami terapkan sesuai nilai-nilai yang kami pegang sejak awal. Ketika pindah ke Lamongan dan pandemi melanda seluruh dunia, belajar parenting menghadapi tantangan tersendiri.
Tak ada lagi sesi curhat atau bertemu konselor dalam acara komunal di gedung atau offline. Untunglah kecanggihan teknologi menghadirkan solusi. Tinggal di daerah memang punya keterbatasan, tapi era serbadigital memungkinkan kami memperbarui dan menambah ilmu parenting dengan mengakses parentsquads.com portal parenting yang lengkap. Bukan hanya mudah, tapi juga beragam sajiannya, tepat untuk mendukung orangtua atau calon orangtua menemani pertumbuhan anak-anak mereka.
Seiring bertambahnya usia, anak-anak kami pasti membutuhkan pendekatan yang berbeda dengan apa yang kami dapat dari orangtua kami dahulu. Alhamdulillah, kami dianugerahi dua anak laki-laki yang sangat membanggakan dan sejauh ini kesulitannya masih bisa teratasi. Namun jelas kami tidak boleh jumawa dan lengah.
Hal inilah yang membuat kami terus berusaha memantaskan diri sebagai pribadi yang sudah mendapat anugerah sedemikian besar. Pertumbuhan dan perkembangan mereka tak pernah lepas dari pengamatan kami, terutama saya yang rela melepaskan karir pekerjaan demi mengasuh sendiri kedua buah hati kami.
Sembilan "aturan" penting dalam parenting keluargaku
Banyak teman yang sering curhat mengenai pengasuhan putra atau putri mereka. Sebagian besar mengaku memiliki masalah yang sulit mereka atasi. Kami tidak berani untuk memberikan jaminan solusi sebagaimana para pakar parenting karena tentu bukan kapasitas kami untuk melakukannya.
Kami hanya sering menceritakan pada mereka mengenai pengalaman-pengalaman mengasuh kedua buah hati kami. Pengalaman itu merupakan upaya kami menerapkan ilmu parenting yang kami dapat.
Dari pengalaman keluarga kami tersebut, saya membuat sebuah pola yang kemudian menjadi semacam panduan parenting keluarga kami. Ada sembilan hal yang harus dihindari, bukan hanya oleh anak-anak, tetapi juga oleh kami sebagai orangtua. Larangan ini dibuat sebagai rambu agar kami mampu menjadi keluarga bahagia, lahir dan batin. Bukankah bahagia itu merupakan hal terbaik yang harus kita upayakan?
Apa saja sih larangan yang mesti dihindari itu? Mengapa harus dihindari? Bagaimana cara menanamkan pemahaman tersebut kepada anak-anak? Yuk simak 9 "jangan" yang sangat penting bagi keluarga kami.
1 | Jangan jauh dari Tuhan
Kecanggihan teknologi informasi telah menyebabkan perubahan tren yang cepat di seluruh dunia. Ribuan konten terus diproduksi setiap hari baik dalam bentuk tulisan seperti blog, video di Youtube, atau microblog populer seperti Twitter dan Tumblr, hingga Instagram dan TikTok yang tak mungkin dihindari.
Masifnya arus informasi mesti diimbangi dengan bekal spiritual yang mumpuni. Oleh sebab itulah kami senantiasa mengajak mereka untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Jangan sampai jauh dari agama. Lazimnya sebuah keluarga muslim, kami belajar bersama dan tak lelah saling mengingatkan. Mulai dari cara berwudhu yang benar, shalat, dan membaca Qur'an yang akan sangat bermanfaat bagi masa depan mereka.
|
Sisi ruhani harus ditempa dan dibekali sejak dini agar anak siap di masa nanti. |
Bukan hanya mereka yang ikut kelas tahfiz agar memahami adab dan manfaat membaca Al-Qur'an, tetapi kami pun berusaha menambah hafalan surah sehingga mereka merasa mendapat spirit untuk maju. Merasa tak sendiri sehingga bisa murajaah bersama-sama dan saling mengingatkan saat dilanda kemalasan.
2 | Jangan berhenti belajar
Jangan berhenti belajar adalah larangan kedua dalam keluarga kami. Semangat untuk menambah ilmu, wawasan, dan pengalaman tak boleh lekang oleh usia. Belajar tak harus lewat bangku sekolah, tapi bisa dari mana saja. Lewat pengajian, tayangan televisi, buku, Internet, hingga obrolan singkat dengan pemulung bisa membentuk pelajaran yang sangat bermanfaat.
3 | Jangan malas membaca
Membaca buku, juga bahan tertulis lainnya, bisa menjadi gerbang pembuka cakrawala menuju dunia nyaris tak terbatas. Kami upayakan untuk menyediakan buku-buku sesuai minat mereka sehingga minat baca sedikit demi sedikit tumbuh secara alami. Tentu saja kami mesti mengawali dengan memberi contoh tentang betapa asyiknya membaca.
Mereka tak jarang kami ajak ke perpustakaan daerah agar mereka bisa memilih banyak bahan sesuai hobi atau preferensi. Selain itu, kami berikan kebebasan mereka untuk membeli buku lewat marketplace agar dapat membaca buku favorit mereka. Ada kegembiraan tersendiri saat mereka menerima paket berisi buku yang diidamkan.
4 | Jangan takut melakukan kesalahan
Membuat kesalahan memang terlihat menyebalkan, apalagi jika dilakukan anak di mata orangtua. Namun tanpa keberanian mencoba hal baru, anak-anak tak akan belajar sesuatu. Justru lewat kesalahanlah mereka bisa mengetahui sejauh mana kemampuan dan ketahanan mereka diuji. Kami berikan kesempatan untuk eksplorasi, mulai dari melakukan percobaan, membantu memasak, hingga belajar bahasa menggunakan aplikasi.
|
Belajar hal baru bisa membangun kepercayaan diri anak. |
Tak apa awalnya terjadi kesalahan tapi lambat laun mereka mendapatkan pengalaman berharga lewat pembelajaran langsung dan mandiri. Dari sini kami bisa membangun bonding misalnya saat memasak atau berkebun bersama. Kami tak melulu melakukan koreksi tapi lebih mengutamakan membangun koneksi. Agar mereka merasa dekat dan melekat pada orangtua tanpa takut berbuat. Mereka juga tumbuh percaya diri tanpa takut dihakimi.
5 | Jangan tinggalkan budi pekerti
Masih ingatkah teman-teman saat seorang ibu menghardik bahkan menggoblokkan seorang kurir yang dianggap salah mengirimkan barang pembeli tersebut? Ya, video itu sempat viral di media sosial beberapa waktu lalu padahal itu sepenuhnya kesalahan penjual yang salah mengemas barang. Serangan verbal wanita tersebut segera direspons secara negatif oleh warganet di Tanah Air. Betapa seorang ibu mestinya memberi contoh sang anak, tapi malah mengumbar kata-kata kecaman dengan penuh amarah.
Terus terang akhlak menjadi poin penting yang kami tanamkan dalam jiwa kedua anak kami. Alh-alih sekadar mengejar kecerdasan kognitif, kelembutan hati dan kesopanan sangat kami prioritaskan. Mendidik anak yang berbudi pekerti atau akhlak mulia memang bukan perkara mudah. Butuh konsistensi teladan dan pengajaran yang tak kenal waktu. Godaan masif dari konten berupa teks dan video di dunia maya sungguh bikin terlena.
|
Berfoto bersama pendongeng asal Amerika pada sebuah festival dongeng internasional di Surabaya tahun 2019 |
Salah satu cara mendorong anak agar punya budi yang luhur adalah mengikuti sesi dongeng bersama saat pandemi belum terjadi. Dengan mendengarkan dongeng bermuatan pekerti yang luhur, anak-anak bisa menyerap pelajaran penting tanpa merasa digurui. Mereka merasa terlibat dalam cerita dan mencoba menaksir di mana posisi mereka seharusnya tanpa didikte orangtua. Lewat dongeng juga mereka bisa belajar memahami sudut pandang orang lain agar tak gegabah menyalahkan atau menghakimi.
6 | Jangan segan bergerak
Selama pandemi anak-anak tetap kami ajak untuk melakukan aktivitas fisik sesuai kebutuhan. Kadang bermain badminton di depan rumah, kadang mengunjungi sawah eyangnya yang tinggal tak jauh dari kami. Selain mendapatkan udara bersih, anak-anak bisa belajar tentang tanaman atau sumber pangan yang selama ini mereka konsumsi. Bagaimana padi berasal atau buah-buahan bisa tumbuh menjadi pengalaman langka bagi mereka yang dilahirkan di kota besar (Bogor).
Dengan bergerak, mereka juga akan memiliki badan yang sehat. Gerakan fisik menjadi makin relevan selama wabah Covid-19 karena bisa menyegarkan badan dan meningkatkan imunitas. Gerakan-gerakan aktif akan mendukung terbentuknya pikiran yang sehat pula.
|
Sehat dan berprestasi, juga sanggup menghadapi bully! |
Saya teringat bagaimana si sulung merengek untuk pindah sekolah saat masih kelas 1 SD empat tahun silam. Ia mengalami bullying yang segera kami respons dengan mendaftarkannya ke klub Taekwondo setempat. Kebetulan latihan digelar di lantai dua perpustakaan daerah sehingga anak-anak bukan hanya melakukan olah fisik yang menyehatkan tapi juga kesempatan mebaca buku selepas latihan.
Berkat latihan yang tekun, si sulung tak lagi ingin pindah sekolah dan bahkan menyabet medali emas untuk kategori poomsae semi prestasi pada Kejurprov di Pasuruan Jawa Timur tahun 2019 silam. Bukan hanya kepercayaan dirinya yang meningkat, tapi keberaniannya menghadapi perundung juga bangkit.
7 | Jangan takut berbeda
Larangan berikutnya bagi anak-anak adalah jangan takut berbeda. Tak masalah jika sesekali mereka memilih gaya atau kebiasaan yang tak sama dengan teman-teman sekolah, misalnya. Jika teman-temannya sudah mendapat gawai berupa smartphone, maka kami tegaskan mereka belum memerlukannya. Toh mereka bisa menggunakan ponsel milik ayah dan bunda.
Yang kami tekankan justru proses belajar karakter karena itu yang butuh waktu lama. Sedangkan menggunakan ponsel pintar sangatlah mudah bagi mereka generasi Z yang merupakan digital native. Bukan hanya itu, jika orang masih asyik buang sampah sembarangan, mereka harus menunjukkan kebalikannya. Menjaga lingkungan dan alam adalah wujud cinta kita kepada kehidupan. Itu yang kami tekankan.
8 | Jangan enggan berekspresi
Mengekspresikan gagasan atau ide sering menjadi isu krusial bagi anak-anak di negeri ini. Sebenarnya bukan hanya anak-anak, remaja dan dewasa pun kerap mengalaminya. Saat tak setuju dengan sebuah hal, mereka jadi urung mengutarakannya sebab tak terbiasa ekspresif padahal punya kepentingan untuk diperjuangkan.
Kalaupun akhirnya menyatakan pendapat, tak jarang bentuknya seragam dengan muatan yang tidak unik atau spesifik lantaran takut dicemooh atau dinilai rendah oleh orang lain. Inilah yang coba kami kikis pada diri anak kami. Sejak belia kami ajak mereka untuk berani berkomunikasi dengan orang lain demi memuluskan hajat mereka.
|
Berani mengekspresikan maksud dan gagasan adalah modal penting agar anak berkembang. |
Misalnya saat membuka rekening bank khusus anak dan menyetorkan uang dari uang saku mereka. Mereka awalnya enggan dan bahkan malu, tapi lambat laun memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan apa yang menjadi kebutuhan sehingga dipahami orang lain. Untuk tahap pertama, kami biasakan dalam bahasa Indonesia, dan selanjutnya beralih ke model presentasi dalam bahasa Inggris yang akan sangat mereka butuhkan kelak.
9 | Jangan lupa berbagi
Akhirnya value yang sangat utama untuk dibentuk dan ditanamkan pada anak-anak adalah kebiasaan untuk peduli lewat kegiatan berbagi. Sejak masih tinggal di Bogor, mereka kami libatkan dalam acara berbagi nasi yang ngider keliling Bogor setiap dua pekan sekali. Mereka juga kami ajak berkunjung ke sebuah pantai yang kebakaran di bilangan Sukasari agar mereka mensyukuri keadaan apa pun sambil membangun rasa empati.
|
Rumi dan Bumi ikut serta membagikan nasi bungkus suatu pagi untuk warga yang terdampak pandemi. |
Kepedulian ini semakin kontekstual saat pandemi melanda dunia tanpa terkecuali. Selain diskusi tentang acara sosial, mereka sering kami ajak ikut langsung kegiatan membagikan nasi bungkus siap santap setiap Jumat pagi lewat komunitas sedekah Nasi Bungkus Community (NBC). Komunitas ini juga membagikan puluhan truk air bersih ke lima kecamatan saat Lamongan dilanda kekeringan parah 2018 silam.
Besar harapan kami aktivitas positif semacam itu akan menjadi energi baik yang akan menyalakan semangat kepedulian dan cinta kasih sampai kapan pun dan di mana pun mereka berada. Mereka harus mampu memberikan kontribusi atau andil untuk memberdayakan masyarakat sesuai peran yang mereka ambil. Mereka harus tumbuh penuh kebahagiaan dan menikmati setiap pencapaian, termasuk membantu orang.
Rasa syukur dalam setiap pencapaian kecil, apalagi melibatkan bantuan pada orang, adalah tonggak penting yang akan menyempurnakan kecerdasan majemuk mereka sebagai bagian vital untuk memasuki dunia kerja. Tepat seperti yang saya baca di parentsquads.com yang kini menjadi portal langganan untuk belajar seputar pengasuhan.
Entah mengabdi di Indonesia dalam posisi sebagai apa pun, ataupun bekerja sesuai passion mereka seperti yang diidamkan yakni di Jerman dan Belanda, satu hal yang kami wejangkan agar sembilan hal ini terus terpatri sebagai bagian tak terpisahkan sampai kapan pun. Agar mereka menikmati kebersamaan bersama warga dunia lainnya dalam membentuk masyarakat yang sehat dan produktif menurut skill dan empati yang sudah mereka siapkan.