Tampilkan postingan dengan label pertanian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pertanian. Tampilkan semua postingan

 

Banyak orang mengenal Cianjur sebagai salah satu daerah sentra produksi beras di Indonesia. Hal ini tak luput dari iklim di daerah Cianjur yang cocok untuk pertanian padi. Daerah ini memiliki tanah yang subur  dan sumber air yang melimpah sehingga mendukung pertumbuhan padi dengan kualitas tinggi.


Setya Gustina Riwayat. (Sumber foto: Instagram @rumahpetani.indonesia)


Namun ternyata di kemudian hari, seorang pemuda Cianjur bernama Setya Gustina Riwayat menemukan hal unik tentang daerah asalnya tersebut. Nyatanya, pasar terbesar komoditas jagung dari daerah manapun adalah justru daerah Cianjur.


“Dari Jawa, dari manapun, kirim jagungnya ya ke Cianjur,” cetus Setya.


Jadilah ia mencoba masuk di sektor pertanian jagung. Awalnya, ia hanya mencoba satu setengah hingga tiga hektar. Namun di kemudian hari, permintaan pasar semakin besar.


Setya akhirnya menjadi pelopor pengembangan tanaman jagung hibrida di Cianjur, Jawa Barat. Ia pun telah membuktikan bahwa pertanian tidak sekadar membudidayakan tanaman, tetapi juga tentang inovasi dan keberanian mengambil risiko.


Latar belakang Setya di bangku kuliah bidang Ilmu Perdagangan Internasional pun tidak menghalangi dirinya untuk beralih ke sektor pertanian. Ia melihat bahwa keluarganya sebagian besar merupakan petani sehingga merasa terdorong untuk memberikan kontribusi nyata di bidang yang sama.


Meskipun demikian, awalnya Setya mengaku bahwa langkah tersebut seperti sebuah "program bunuh diri." Di Cianjur, daerah yang dominan dengan komoditas beras, menanam jagung merupakan sebuah tantangan besar.


Namun, Setya melihat adanya peluang besar kebutuhan jagung di daerah Cianjur. Ia pun mulai mengajak para petani lain, baik petani muda maupun yang telah berpengalaman untuk ikut serta dalam program kemitraan pertanian jagung. Dengan visi yang jelas, ia membentuk Rumah Petani Indonesia sebagai wadah bagi para petani jagung untuk saling berbagi informasi, memecahkan berbagai masalah, dan mencari solusi atas kendala yang dihadapi, seperti kelangkaan pupuk dan benih.

 

Perkembangan Rumah Petani Indonesia


Rumah Petani Indonesia didirikan oleh Setya dengan tujuan untuk mempersatukan para petani dalam satu komunitas. Melalui Rumah Petani Indonesia ini, Setya berharap dapat mengatasi berbagai kendala yang umum dihadapi petani, seperti harga pupuk dan benih yang tinggi, serta ketersediaan bahan-bahan tersebut yang sering kali langka.



Setya dan para petani jagung. (Sumber foto: Instagram @rumahpetani.indonesia)


Dengan membentuk kelompok tani ini, Setya menghimpun para petani jagung yang tertarik untuk mengembangkan tanaman jagung mereka. Hingga tahun 2023 lalu, Setya dan timnya mengelola lahan sekitar 70 hektar di bawah bimbingan mereka, sedangkan jika digabungkan dengan perusahaan-perusahaan mitra, lahan tersebut bisa mencapai hampir 135 hektar.


Banyak perusahaan yang bermitra dengan Rumah Petani Indoensia untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas jagung sehingga standar operasional yang dimiliki Setya menjadi acuan dalam proses penanaman dan perawatan tanaman jagung.


“Kita kan ada standar penanamannya, kemudian ada standar untuk bagaimana sih jika ingin hasilnya bagus dan sebagainya. Itu kita punya SOP. Makanya banyak perusahaan yang bermitra dengan kita untuk pengembangan di tanaman jagung,” jelas Setya.

 

Potensi Jagung Hibrida yang Tidak Terbuang


Salah satu alasan mengapa Setya memilih jagung sebagai komoditas utama adalah karena hampir seluruh bagian dari tanaman jagung memiliki nilai ekonomis. Biji jagungnya dapat dijadikan pakan ternak hingga bahan untuk industri makanan. Batangnya juga digunakan sebagai pakan ternak, terutama untuk ternak pedaging dan sapi perah. Bahkan, bonggol jagung yang sering kali dianggap limbah, ternyata dapat dijadikan briket atau pakan ternak jika diolah dengan baik.


Menurut Setya, jagung memiliki potensi ekonomi yang besar dan mampu mengatasi banyak asumsi lama tentang pertanian yang dianggap kotor atau tidak menjanjikan. Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, Setya berharap pertanian di Indonesia dapat terus berkembang.


“Sebetulnya asumsi-asumsi bahwa petani itu kotor, sebetulnya asumsi dulu gitu ya. Bahwa orang pikir jadi petani itu kotor, ke kebun, kena lumpur di sawah, atau mungkin ketemu ular. Kalau sekarang bagaimana dengan teknologi informasi yang makin maju dan pesat. Kita juga jadi banyak belajar, juga melihat bagaimana perekonomian petani jagung di Amerika seperti apa, di Eropa seperti apa. Mereka sudah memasuki teknologi industri pertanian. Kalau kita kan kebanyakan masih konvensional gitu. Masih pakai cangkul, masih pakai mesin-mesin biasa. Untuk mempertahankannya adalah bagaimana kita memadukan itu antara konvensional dengan kemajuan teknologi industri. Jadi lebih efisiensi juga tanpa meninggalkan petani-petani yang memang sudah berjalan lama,” papar Satya.

 

Tantangan dan Solusi di Dunia Pertanian Jagung


Setya menyadari bahwa menjadi petani di Indonesia bukanlah perkara mudah. Di tengah tantangan kelangkaan pupuk dan benih, Setya bersama Rumah Petani Indonesia berupaya mencari alternatif solusi. Salah satunya melalui kemitraan dengan perusahaan penghasil pupuk organik.


Meski demikian, menurutnya, pertanian jagung bisa lebih menguntungkan daripada komoditas lain, seperti padi. Ia mencontohkan bahwa modal awal penanaman jagung hanya sekitar 14 hingga 15 juta rupiah dan untuk penanaman berikutnya bisa lebih murah.


Setya bersama seorang petani jagung. (Sumber foto: Instagram @rumahpetani.indonesia)


Dengan perhitungan yang ada, menurutnya menanam jagung masih lebih untung meski sudah termasuk menghitung biaya tenaga kerja. Sementara dalam menanam padi, banyak petani mengatakan untung padahal tidak menghitung biaya tenaga kerja petani itu sendiri.


Oeh karena itu, Setya menekankan pentingnya mengajak para petani untuk memahami perhitungan keuntungan secara menyeluruh, termasuk menghitung biaya tenaga kerja agar mereka memiliki pandangan yang lebih realistis tentang keuntungan yang didapatkan.

 

Penghargaan dan Makna Pertanian Bagi Lingkungan


Pada tahun 2023 lalu, Setya Gustina menerima penghargaan SATU Indonesia Awards untuk kategori lingkungan tingkat provinsi Jawa Barat. Penghargaan ini menjadi bukti nyata dari kontribusi Setya dan Rumah Petani Indonesia dalam menciptakan pertanian yang berkelanjutan.


Menurut Setya, banyak masyarakat yang belum menyadari bahwa pertanian berperan penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Jika minat terhadap pertanian semakin menurun, akan banyak lahan yang beralih fungsi menjadi area industri atau perumahan yang justru akan memperparah masalah lingkungan, seperti pencemaran dan urbanisasi. Setya berharap dengan semakin banyaknya anak muda yang tertarik ke bidang pertanian, desa-desa tidak lagi ditinggalkan sehingga keseimbangan ekonomi dan lingkungan dapat terjaga.


“Padahal dengan mereka bertani itu keuntungannya luar biasa sebagai dampak dari pertanian yang bersinggungan dengan lingkungan,” cetusnya.


Setya Gustina adalah contoh nyata bahwa keberhasilan dalam pertanian membutuhkan inovasi, kemitraan serta semangat pantang menyerah. Melalui Rumah Petani Indonesia, ia bukan hanya menciptakan peluang ekonomi bagi petani jagung di Cianjur, tetapi juga memberikan inspirasi kepada masyarakat luas bahwa sektor pertanian dapat memberikan dampak positif yang luas, baik secara ekonomi maupun lingkungan.


Setya berharap generasi muda Indonesia akan lebih tertarik ke dunia pertanian sehingga mendapatkan keseimbangan antara ekonomi, lingkungan, dan sosial yang terus terjaga di masa depan.

 

 

Erupsi Gunung Sinabung yang terjadi beberapa waktu lalu dalam waktu yang tidaklah singkat, sempat membuat hancur dunia pertanian di Kabupaten Karo, Sumatra Utara. Padahal kebanyakan masyarakat di daerah tersebut sangat mengandalkan sektor pertanian sebagai mata pencaharian utama.


Nazri Syahputra. (Sumber foto: Instagram @nazri_hidrosinergiutama)


Peristiwa inilah yang menjadi salah satu awal Muhammad Nazri Syahputra terjun ke dunia pertanian. Ia mengenalkan hidroponik sebagai solusi bagi para petani yang kesulitan bercocok tanam seperti biasanya.


“Abu vulkanik itu membuat pertanian Karo jadi porak poranda. Sehingga kita hadir di sana untuk memberikan sebuah solusi. Jadi, tim trauma healing juga di sana. Dan alhamdulillah, diterima oleh masyarakat Karo. Kita kenalkan pertanian ini dan alhamdulillah mendapat respon yang luar biasa hingga saat ini,” ujar Nazri.


Seiring waktu, ternyata Nazri menyadari satu hal, sektor pertanian ternyata memiliki potensi bisnis yang luar biasa. Memahami hal tersebut, pria yang aslinya sarjana Pendidikan Matematika ini pun kemudian bertekad dalam hati untuk terus menekuni sektor pertanian.

 

Membawa Ilmu Hidroponik dari Bogor ke Medan


Kisah perjalanan hidup Nazri bisa dibilang cukup unik. Jika menuruti ijazahnya, seharusnya Nazri kini menjadi bapak guru matematika. Namun yang terjadi adalah selepas kuliah tahun 2011 dari Universitas Sumatra Utara, ia justru terjun ke dunia bisnis.


Sempat di-training provider. Sempat buat travel juga. Jatuh bangun kandas di travel. Akhirnya lari kecemplung di sektor pertanian,” kenang Nazri.


Usai mencoba bisnis, kemudian jatuh bangun bangkrut, ia menjalankan hobi backpacker-nya dari satu kota ke kota lain. Nazri mengaku sempat belajar ke mendiang Bob Sadino, pengusaha legendaris yang turut mempopulerkan hidroponik.


Akhirnya, Nazri menuju Kota Bogor untuk belajar ke sebuah tempat yang direkomendasikan Bob Sadino. Selama kurun waktu setahun, mulai tahun 2013 hingga 2014, Nazri belajar hidroponik. Setelah selesai, ilmunya itu lalu ia bawa ke Medan.


Salah satu cara hidroponik yang dilakukan oleh Nazri. (Sumber foto: Instagram @nazri_hidrosinergiutama)


Awalnya ia  coba-coba mempraktikkan ilmu hidroponik tersebut. Setelah berhasil, kemudian ia hubungi teman-temannnya untuk diajak membuat sebuah lembaga kecil yang berupa lembaga relawan.


“Pada saat itu kondisi Sumatra Utara, khususnya Tanah Karo dalam kondisi memprihatinkan di mana kondisi Gunung Sinabung sedang gelisah hatinya.”


Di situlah awal Nazri serius menekuni pertanian hidroponik hingga menjadikannya sebagai bisnis besar saat ini.

 

Terinspirasi Cerita Petani yang Menguliahkan Anaknya ke Luar Negeri


Ada sebuah cerita menarik yang membuat Nazri tersadar bahwa pertanian bisa menjadi sebuah bisnis yang memiliki masa depan bagus. Ceritanya, suatu ketika saat ia melakukan pendampingan dengan teman-teman pengungsi Gunung Sinabung, saat itulah ia sempat melakukan wawancara dari satu orang ke orang yang lain.


Tanpa ia duga, Nazri mendapatkan cerita yang luar biasa dari para petani tersebut. Saat menanyakan di mana keberadaan anak-anak para petani ini, ternyata beberapa dari mereka menjawabnya di luar negeri.


“Mereka jawabnya di luar. Saya penasaran di luar itu di mana,; di luar Pulau Sumatra-kah atau di mana? Saya kepo gitu. Kami tanyain, ternyata kebanyakan anak petani-petani kita yang ada di sana itu bukan di Indonesia, tetapi di luar negeri. Ada yang di Australia University, Sidney University,” cerita Nazri.


Mendengar jawaban tersebut, Nazri jadi langsung jatuh hati dengan dunia pertanian karena ternyata, sektor pertanian nyatanya seperti memiliki kekayaan atau potensi bisnis yang luar biasa.


“Dan sejak itu saya azamkan hidup mati saya insyaAllah di sektor pertanian,” tekad Nazri.


Sejak melakukan pendampingan pengungsi Gunung Sinabung di tahun 2016, seiring waktu Nazri pun kemudian mendirikan perusahaan sekaligus membuat Komunitas Hidroponik Sumatra Utara yang lalu ia legalkan.


Sistem Hidroponik buah strawberry yang dikembangkan Nazri. (Sumber foto: Instagram @nazri_hidrosinergiutama)


Kini ada puluhan kabupaten dan kota di Sumatra Utara dengan lebih kurang sekitar dua ratusan petani produktif yang ia bina. “Jadi, sayur-sayur yang mereka tanam itu SOP-nya dari kita. Apa yang mereka tanam itu juga informasi dari kita. Jadi tidak ada yang bentuknya over kapasitas. Jadi misalnya si A nanam sawi, si B nanam selada, jadi semuanya itu sudah menurut permintaan pasar yang ada seperti itu. Jadi nggak sembarang nanam aja. Kalau sembarang nanam yang repot kita juga” jelas Nazri.


Jadi gerak dari perusahaan Nazri adalah memasarkan sayur-sayuran dan buah-buahan. Pasarnya ada di Sumatra Utara hingga ke luar Sumatra Utara.

 

Beberapa Alasan yang Membuat Nazri Memilih Serius di Sektor Pertanian


Selain hasil keuntungan yang cukup besar, ternyata ada beberapa alasan yang membuat Nazri memilih serius menekuni sektor bisnis pertanian, khususya hidroponik. Menurutnya, ada satu hal yang benar-benar memikat hatinya, yaitu rasa nilai yang tidak bisa didapatkan di bisnis lain.


“Menanam satu benih, menanam satu kebaikan. Jadi ketika tanaman itu kita tanam, dan kita rawat sampai besar, dan kita panen sayur berkualitas, buah-buahan berkualitas, dikonsumsi banyak orang, orang juga sehat, dan kita juga mendapat kebaikan di sana. Jadi hal nilai itu yang selalu kita jaga,” jelasnya.


Hal itu juga yang ia sampaikan ke anak-anak muda bahwa pertanian memiliki potensi bisnis yang tidak kalah menarik dibanding bisnis-bisnis yang lain. Menurut Nazri, di mana hal ini juga sering ia sampaikan kepada banyak anak muda lain, pertanian merupakan salah satu bisnis yang selama manusia masih hidup, sektor ini akan terus ada. Sederhananya, karena manusia butuh makan, jadi manusia butuh sektor pertanian untuk bisa bertahan hidup.


Salah satu green house yang dikelola Nazri. (Sumber foto: Instagram @nazri_hidrosinergiutama)


Apalagi sejak Nazri berhasil mendapat apresiasi penghargaan SATU Indonesia Awards tingkat Provinsi Sumatra Utara di tahun 2023 atas semangat dan karyanya ini, ia makin bertekad bahwa sektor pertanian tidaklah bisa dipandang sebelah mata.


“Tugas kita meresonansi, menyampaikan pemikiran-pemikiran, semangat di sektor pertanian ini untuk anak-anak muda terus menjaga semangat pertanian. Karena kalau tidak ada petani mau jadi apa negara kita. Karena negara kita dikenal negara agraris di mana sektor pertanian adalah yang paling utama menopang negara ini. Kalau tidak ada anak-anak muda, siapa lagi? Kalau bukan kita siapa lagi?” papar Nazri.


Ia berharap besar, semoga banyak anak muda yang tidak meninggalkan sektor pertanian. Apalagi saat ini, sektor pertanian kebanyakan masih dipegang oleh mereka yang berusia di atas 40 hingga 50-tahunan. Kaum muda inilah yang akan meneruskan keberlanjutan pertanian di masa depan. Sehingga semangat kebersamaan untuk menjaga pertanian demi masa depan bangsa dan negara harus terus ditanamkan.