Tampilkan postingan dengan label buku. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label buku. Tampilkan semua postingan

 Di saat banyak orang bisa begitu mudahnya mengakses buku, baik itu dalam bentuk fisik ataupun di internet, nyatanya, masih ada beberapa daerah di Indonesia yang kesulitan mendapatan kemudahan tersebut. Misalnya saja daerah-daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) di Indonesia.


Gerakan Komunitas Sejumi Anak Batas | Sumber foto: Instagram @gerakan_sejumi


Salah satu daerah yang termasuk dalam 3T itu adalah Pulau Sebatik. Pulau yang masuk Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara ini memang cukup unik. Secara pemerintahan, pulau ini terbagi dua, sebelah utara merupakan wilayah Malaysia, sedangkan sebelah selatan masuk dalam wilayah Indonesia. 


Anak-anak yang ada pulau ini mengalami kesulitan untuk bisa dengan mudah mengakses buku. Kondisi itulah yang menggerakkan Suprianto Haseng untuk mendirikan Komunitas Sejumi, atau Sejuta Mimpi Anak Batas. 


Dengan komunitas tersebut, Suprianto dan para pemuda lainnya bergerak menyebarkan literasi dari desa ke desa. Komunitas ini membuka lapak pustaka keliling dari desa ke desa yang ada di Pulau Sebatik.


Berawal dari Sulitnya Akses Buku dan Internet


Bisa dibilang, Suprianto merupakan salah satu dari putra daerah Pulau Sebatik yang beruntung bisa berkuliah di Jakarta. Saat kuliah, adik-adik dan pemuda lain di desanya melihat betapa mudahnya Suprianto bisa mengakses buku dan internet.


“Motivasi saya adik-adik saya di perbatasan ini. Mereka bingung di mana mendapatkan buku-buku ini sedang di Sebatik sendiri tidak ada toko buku. Mengharapkan akses internet saja susah,” cerita pria yang lahir di Malaysia dan besar di Pulau Sebatik.


Bahkan Suprianto ingat sewaktu ia berkuliah di Jakarta, setiap hari ia bisa dihubungi oleh adik-adiknya di Sebatik yang meminta dikirimi buku-buku. Di situlah ia dan beberapa pemuda pemudi di Sebatik mulai bergerak. 


“Kalau bukan kita siapa lagi gitu kan. Mengharapkan orang lain juga nggak mungkin,” cetus Suprianto. 


Suprianto Haseng | Sumber foto: Instagram @suprianto_haseng


Karena itulah, ia berinisiatif mengajak teman-temannya untuk mengumpulkan buku-buku layak baca yang lalu dikirimkan ke daerah-daerah. Itulah awal cerita berdirinya Komunitas Sejumi, Sejuta Mimpi Anak Batas. 


Saat itu di awal tahun 2017, saat ia masih berkuliah di Jakarta, Suprianto mendirikan Komunitas Sejumi dan ingin mewujudkan mimpi adik-adiknya di Pulau Sebatik untuk bisa mendapatkan akses pendidikan yang layak.


Hingga tahun 2020, Suprianto terus melakukan aksi tersebut dengan setiap bulannya mengirimkan buku-buku ke daerah pedalaman Sebatik, juga daerah-daerah lainnya. Aksinya ini banyak didukung oleh PT Pos Indonesia. 


“Pada awalnya sulit menyebarkan seperti itu. Jadi sekitar dua tahun setengah itu kita dibantu PT Pos Indonesia. Karena kita bisa menyebar buku-buku ke wilayah di Indonesia,” ujar Suprianto. 


Penyerahan buku ke staf Kantor Perwakilan Nunukan untuk dibawa ke daerah perbatasan di Nunukan | Sumber foto: Instagram @gerakan_sejumi


Buku-buku yang didapat Suprianto selama ini berasal dari para donatur dan juga relawan yang turut membantu. Lantas untuk menampung buku-buku di Sebatik, komunitas ini lalu membuat rumah baca Teras Perbatasan. Di situlah ia dan para relawan fokus melakukan kegiatan bersama anak-anak dan para pemuda di Sebatik yang bergerak untuk menyebarkan buku tersebut.


Rumah Baca Teras Perbatasan di Sebatik | Sumber foto: Instagram @gerakan_sejumi



Membuka Cakrawala Baru Melalui Buku 


Uniknya, kegiatan yang dilakukan Komunitas Sejumi tak hanya terpusat pada rumah baca saja. Selain menyebarkan buku-buku ke daerah lain di sekitar Nunukan, komunitas ini juga berkeliling membuka lapak pustaka ke desa-desa yang ada di Sebatik.


Komunitas juga bergerak menyebarkan buku di sekitar Nunukan | Sumber foto: Instagram @gerakan_sejumi


“Rumah baca tidak kami fokuskan seperti kayak  pustaka lainnya gitu kan, di mana anak-anak datang ke rumah baca. Enggak, jadi kita yang gerak. Adik-adik ini yang bergerak dari desa-desa bawa buku gitu. Jadi mereka termotivasi,” terang Suprianto.  


Seiring berjalannya waktu, kini komunitas ini sudah bisa mendapatkan buku tanpa harus meminta-minta ke mana-mana. Sedangkan Suprianto sendiri kini lebih aktif melakukan pendampingan ke sekolah-sekolah. 


Suprianto dengan Komunitas Sejumi ini pun akhirnya mendapatkan penghargaan Apresiasi SATU Indonesia Awards pada tahun 2023 di Tingkat Provinsi Kalimantan Utara. 


“Arti penghargaan ini kalau makna bagi saya luar biasa sekali. Apalagi buat adik-adik saya sebenarnya, bukan buat saya  pribadi. Karena kalau bukan karena mereka, gerakan ini tidak akan terwujud,” aku Suprianto. 


Kini ia puas bisa melihat banyak adik-adiknya di Sebatik khususnya dan juga Nunukan bisa tersenyum bahagia dengan kedatangan buku-buku yang ada. Ia berharap ke depannya, bisa lebih banyak lagi teman-teman lain yang ikut bergabung dengan aksi seperti itu. 


Antusiasme anak-anak yang bahagia mendapatkan buku | Sumber foto: Instagram @gerakan_sejumi

“Nggak cuma satu daerah, minimal tiap-tiap daerah ada lah seperti itu. Jadi gerakan ini bisa seperti institusi gitu lah. Dan adik-adik juga bisa mewujudkan cita-cita mimpi mereka yang terhambat karena bisa dibilang tidak ada perhatian sama sekali,” pungkas Suprianto. 

Judul: Astaga, Mulutku Terbang (Lagi)!
Penulis: Cho Seung Hye
Penerbit: Kesaint Blanc
Tahun: 2019
ISBN: 978-602-477-056-3
Halaman: 44 halaman
Ukuran: 18,5 x 24
Berat: 165 gr
Harga: Rp65.000 (P. Jawa)




MULUT ADALAH tempat untuk makan dan minum karena ada lidah dan gigi untuk merasa dan mengunyah. Mulut juga digunakan untuk berbicara karena suara bisa dikeluarkan dari dalamnya. Apa jadinya jika mulut tiba-tiba lepas, terbang, dan pergi entah ke mana? 

Itulah yang terjadi sesaat sebelum liburan sekolah Dudo dimulai. Mulutnya tiba-tiba terbang dan tak lagi menempel di wajahnya? Owwhhh, tentu saja Dudo akan sulit untuk bersenang-senang. Tak bisa makan, tak bisa bicara, wajahnya tak bisa dikenali, dan tentu saja buyarlah rencana liburannya. Wah, benar-benar repot!

Karakter bebek lucu yang tak selalu bersikap manis

Ketika Pak Kurir yang mengantarkan paket tiba siang itu, dua krucil saya langsung heboh. “Bunda, bukunya sudah sampai. Aku boleh buka paketnya duluan ya?” Mereka tak sabar segera menghampiri Pak Kurir dan menunggunya menyerahkan paket tersebut. Tak berapa lama, buku itu sudah asyik mereka baca hingga tuntas. Sebagaimana biasa, setelah membaca sebuah buku, mereka pasti komentar ini dan itu. Banyak yang bakal mereka bahas, bahkan tambah seru jika ditambah camilan di sela-sela diskusi itu.

Buku ini mengisahkan tentang petualangan Dudo yang menjadi karakter utama dalam cerita ini. Petualangan yang dialaminya merupakan lanjutan dari buku sebelumnya meski keduanya bisa dibaca secara terpisah karena ceritanya berbeda. Ia terpaksa harus “memburu” mulutnya (lagi) kali ini dan membuat Dudo berkeliling dunia, ke gunung, ke laut, ke langit, bahkan ke kutub. Semua terasa seru dan menantang dan Dudo pantang menyerah! 

Bikin penasaran hingga akhir

Buku Astaga, Mulutku Terbang (Lagi)! merupakan buku cerita memiliki gambar yang cukup atraktif untuk anak-anak usia sekolah TK atau SD. Petualangan Dido semakin terasa seru dan menarik untuk diikuti karena didukung pula dengan kertas artpaper dan gambar-gambar full-color. Sebagai orangtua dari dua krucil cowok berusia SD, saya pun dibuat takjub dengan gambar-gambar yang sederhana, tetapi mampu menyedot perhatian hingga tak mau lepas sebelum cerita berakhir. Bahkan, ketika sampai pada halaman terakhir, cerita tentang Dido pun serasa masih menyisakan rasa penasaran yang tak mau hilang.

Buku yang berjudul asli Wonder Mouth 2 dan ditulis oleh Cho Seung Hye ini tidak memberikan kesimpulan akhir atau rangkuman nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya. Pembaca, khususnya anak-anak dibebaskan untuk memahami cerita tanpa disuapi dengan pemahaman atau kesimpulan dari buku. Mereka dberikan ruang yang seluas-luasnya untuk memahami dengan kemampuan diri mereka sendiri dan berimajinasi di mana orangtua menjadi pendamping.

Hal yang cukup menarik adalah justru di halaman awal terdapat beberapa panduan yang diberikan kepada para orangtua atau pendamping yang akan menemani si kecil membaca buku ini. Panduan ini menarik, khususnya bagi orangtua baru karena jika bisa menerapkannya, maka kebiasaan membaca buku pada anak akan tumbuh sejak dini.

Buku yang cantik dan mendidik tanpa bikin panik

Sering kali orangtua memberikan pendidikan dan pengasuhan kepada putra atau putrinya dengan hal-hal yang berisi banyak tuntutan. Sering kali hal yang diinginkan oleh orangtua itu sendiri pun justru malah kurang berjalan sebagaimana yang diharapkan. Melalui buku cerita dan aktivitas membaca bersama, terutama bagi anak di bawah usia lima tahun, pendidikan dan nilai-nilai moral yang positif bisa disisipkan tanpa menuntut atau menyuruh. 

Mereka akan mendapat banyak manfaat yang cukup besar dari aktivitas membaca buku ini, di antaranya:
- Merangsang minat baca
- Melatih disiplin dan kebiasaan membaca
- Menambah kosa kata
- Merangsang imajinasi
- Membuat bonding (ikatan) yang erat antara orangtua dan anak
- Menanamkan nilai-nilai positif tanpa merasa dipaksa
- Belajar mengenal warna, nama hewan, dan benda-benda
- Belajar membaca sesuai usia

Buku ini benar-benar memancing imajinasi anak karena gambar-gambar di dalamnya mampu bercerita banyak. Bumi bungsu saya juga tertarik pada ilustrasi dan ceritanya yang unik. Dengan keterlibatan orangtua sebagai pendamping untuk membantu menyuarakan kalimat-kalimat atau percakapan dalam cerita, maka akan sangat ideal. Bahasa yang disajikan secara bilingual juga menarik minat berbahasa anak dan melatih kosa kata mereka.

Membaca buku selalu seru!

Sayangnya, saya tidak dapat mengetahui profil penulisnya karena dalam buku ini tidak dicantumkan. Padahal saya termasuk orang yang kepo jika menyangkut profil penulis buku, termasuk buku anak, hehehe. Apalagi tentang Korea Selatan yang kini sedang tren di Indonesia dengan drakor dan budaya popnya. 

Namun terlepas dari itu, buku ini sangat layak menjadi koleksi karena ceritanya unik, gambar dan warnanya lembut dengan ukuran buku dan kertas isi (art paper) yang tebal, sangat nyaman bagi pembaca belia. Berulang kali dibaca pun, buku ini tidak pernah membosankan. Bagi para pendongeng (story teller), buku ini wajib Anda miliki! 

Langsung saja cus ke akun Kesaint Blanc di Shopee karena saya juga beli di sana.

"Sudah tengah malam, tapi kamu kok belum tidur, Sayang?" tanya saya pada si sulung sambil setengah mengantuk. 

"Aku pengen belajar membaca, Bunda. Aku pengin tahu dia ngomong apa. Jadi nanti aku enggak usah tunggu bunda bacain buku karena aku bisa baca sendiri," jawabnya sambil menunjuk salah satu tokoh di buku cerita bergambar yang berada di pangkuannya. 

Rupanya dia masih penasaran dengan cerita dalam buku tersebut yang belum sempat selesai saya bacakan untuknya. Saya hanya mengangguk dan tersenyum kemudian mengajaknya kembali tidur. 

Keesokan hari, akhirnya saya "terpaksa" memenuhi permintaannya untuk mengajarkan ia membaca meski saat itu dia baru berusia 5 tahun. Sejak awal saya sudah berniat untuk tidak mau terburu-buru mengajarkan si kecil membaca jika secara fisik maupun psikologis ia belum siap. Namun melihat tekadnya yang kuat, saya pun memutuskan untuk mulai mengajarkan ia membaca. 

Mendukung keingintahuan anak lewat bacaan. (Foto: dok. pri)

Saya pun menyesuaikan ritme pengajaran membaca tersebut sesuai dengan kemampuan pada usianya. Sejak saat itulah, membaca dan buku menjadi kegemaran dan aktivitas yang sangat disukainya. Bahkan, adiknya yang berbeda usia dua tahun darinya juga punya ketertarikan membaca dan gandrung pada buku sebagaimana kakaknya. 

Parenting itu penting

Setelah mengundurkan diri dari pekerjaan sebagai editor pada tahun 2010 dan berkomitmen untuk menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya, saya benar-benar menikmati peran sebagai seorang ibu. Saya termasuk yang setuju bahwa pendidikan yang tinggi dari seorang ibu juga memberi pengaruh signifikan dalam pengasuhan buah hatinya kelak. Oleh karena itu, saya sangat percaya diri dengan status sebagai ibu rumah tangga dan tidak pernah menyesali keputusan tersebut. 

Sebagai seorang ibu yang concerned dalam bidang parenting dan pendidikan, saya sering mencari info seputar dunia tersebut. Saya juga sering berdiskusi dengan para ibu atau orangtua yang memiliki masalah dalam pengasuhan anaknya. Mereka melihat bahwa kedua anak kami merupakan salah satu contoh pengasuhan yang dianggap berhasil. Menurut mereka, anak-anak kami yang gemar membaca dan suka buku adalah bukti sebab sebagian besar orangtua di tempat kami tinggal cukup sulit mengajarkan anaknya agar suka membaca. 

Membangun kebiasaan membaca di rumah adalah langkah awal yang positif. (Foto: dok. pri)

Secara khusus, saya tidak membuat tips atau cara melatih agar anak-anak saya agar suka membaca. Namun kami secara langsung mempraktikkan dalam keseharian karena kami memang punya tradisi dan kegemaran membaca. Pekerjaan sebagai editor lepas dan penulis lepas (yang hingga kini masih terus saya geluti) menambah peran bahwa membaca adalah sebuah keharusan. Akan tetapi, kami tetap menanamkan nilai pada mereka bahwa apa pun pekerjaan atau profesi yang mereka pilih ketika dewasa kelak, mereka akan tetap membutuhkan keterampilan membaca dan menulis.

Fun reading adalah kunci

Sejak anak kami berada dalam golden age (0-5 tahun), kami sebagai orangtua benar-benar berusaha agar kedua buah hati kami mendapatkan segala hal yang dibutuhkan dalam masa emas tumbuh kembang tersebut. Asupan nutrisi yang sehat dan pemenuhan zat-zat gizi yang diperlukan untuk tumbuh kembang kami upayakan sebaik mungkin. 

Syukurlah anak-anak kami tidak memiliki kesulitan dalam hal makan. Namun bagi orangtua yang cukup kewalahan dengan anak yang sering melakukan GTM (Gerakan Tutup Mulut) alias tidak mau makan atau pilih-pilih makanan, tentu harus memiliki strategi yang jitu. Vitamin dan suplemen seperti Generos sebagai penunjang kebutuhan nutrisi untuk tumbuh kembang optimal bisa menjadi solusi yang sangat dibutuhkan. Menguntungkan bagi orangtua, juga anak.

Generos sahabat anak Indonesia, mendukung tumbuh kembang secara optimal.

Sebagai produk herbal vitamin untuk anak, Generos sangat bagus untuk mengatasi gangguan speech delay atau terlambat bicara, anak autis, dan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Karena mampu mengaktifkan syaraf otak, maka Generos membantu anak untuk meningkatkan daya ingatnya selama kegiatan bermain dan ketika sedang belajar.

Kandungan ikan sidat dalam Generos, misalnya, menjamin asupan protein yang cukup tinggi. Setidaknya ada tiga asam lemak omega 3 yang dikenal sangat berperan dalam kesehatan manusia yaitu asam linolenat ALA, EPA dan DHA. Dengan demikian, Generos menyediakan manfaat untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal agar bergerak aktif dan cerdas.  

Anak bergerak bebas dan aktif leluasa saat bermain sambil belajar. (Foto: dok. pri)

Nah, khusus dalam pola pengembangan belajar, terutama membaca, pada masa golden age itulah kami menanamkan fondasi agar aktivitas membaca dapat menjadi cara belajar yang menyenangkan sehingga mereka merasa asyik tanpa merasa terbebani atau terpaksa menjalaninya. Beberapa cara kami terapkan untuk memberikan suasana yang tidak menjemukan ketika mereka melakukan aktivitas memilih buku atau membaca. 

Beberapa cara itu di antaranya: kami memberikan kebebasan kepada mereka untuk memilih buku yang mereka sukai, memberikan hadiah berupa buku pada hari istimewa atau ketika mereka mendapat prestasi, keberhasilan, atau pencapaian tertentu, memberikan buku-buku bacaan yang sesuai dengan usia mereka, dan kami juga tidak memberi batasan terhadap mereka dalam memilih jenis buku tertentu yang menjadi favorit, seperti sains, seni, komik, dan lain-lain. 

Selain hal-hal itu, kami senantiasa menciptakan ekosistem yang nyaman untuk membaca, dengan membuatkan rak-rak khusus buku yang menarik atau menyiapkan camilan sehat saat membaca, termasuk menjadikan diri kami sebagai role model bagi mereka dalam aktivitas membaca. 

Kami yakin setiap anak adalah peniru yang ulung sehingga orangtua sebagai orang terdekat mereka memiliki kesempatan yang besar untuk bisa menanamkan nilai-nilai positif pada buah hatinya, termasuk kesukaan membaca ini pada tahun-tahun keemasan mereka. Alih-alih memberikan gadget, kami lebih nyaman untuk melibatkan mereka dengan beraktivitas bersama buku.

Manfaat membaca buku bersama anak

Kami mengusahakan sebisa mungkin untuk menjadikan kegiatan membaca buku sebagai gaya hidup bagi kedua putra kami. Sejak usia balita mereka pun sudah dibiasakan dengan keberadaan buku di sekitar mereka. Membaca di perpustakaan umum, pergi ke toko atau pameran buku, atau mengikuti acara seminar dan bedah buku bukan sesuatu yang aneh bagi mereka. 

Memanfaatkan perpustakaan daerah sebagai tempat baca gratis dan menyenangkan. (Foto: dok. pri)

Mengisi waktu luang atau saat-saat menunggu dan mengisinya dengan kegiatan membaca juga membuat hal-hal tersebut tidak lagi menjadi sesuatu yang menjemukan atau membosankan. Mereka jarang sekali mengalami tantrum di tempat-tempat umum akibat ketidaknyamanan yang dirasakan sebab bisa mereka alihkan dengan kegiatan bersama buku. 

Kami mengakui bahwa di kota kecil tempat tinggal kami kebiasaan atau kegemaran kami dalam membaca buku belum menjadi hal yang lumrah. Apalagi semakin banyaknya anak yang lebih terbiasa bermain game atau memegang gadget ketimbang buku membuat kegiatan membaca buku, terutama buku fisik, menjadi agak “unik”. Padahal dr. Dian Pratamastuti, Sp.A., seorang dokter spesialis anak  menyatakan bahwa gadget, baik secara langsung maupun tidak, bisa menyebabkan speech delay pada anak. 

Oleh karena itulah, kami sebisa mungkin tetap mempertahankan kebiasaan dan kegemaran membaca ini karena memiliki begitu banyak manfaat positif dan tak ternilai harganya bagi kedua buah hati kami. Kebiasaan tersebut terbukti sudah memberikan manfaat dan banyak hal yang tidak didapat dari gadget seperti beberapa hal berikut ini.

1. Membuat bonding semakin erat antara orangtua dan anak

Sejak golden age hingga saat ini, kedua putra kami merupakan anak-anak yang terbilang sangat dekat dengan kami, orangtuanya. Meski demikian, mereka tidak memiliki masalah dalam bersosialisasi dengan teman sebayanya. Kedekatan kami terbentuk dari berbagai aktivitas berharga yang kami lakukan bersama. Kegiatan fisik seperti bersepeda, memasak, mencuci pakaian, bersih-bersih rumah, dan lain-lain, termasuk membaca buku terbukti memberi pengaruh yang luar biasa untuk mengeratkan hubungan.

Membaca bersama dapat menciptakan bonding yang kuat dengan anak. (Foto: dok. pri) 

Membacakan buku sebelum tidur (saat mereka masih balita) atau membaca buku favorit masing-masing, kemudian mendiskusikan isi buku tersebut menjadi ajang yang membuat kedekatan itu semakin bertambah. Mereka sangat terbuka dan mengungkapkan pendapat atau pikiran dan perasaan tanpa merasa takut atau terintimidasi karena kami memberikan keleluasan akan hal tersebut. Mereka merasa percaya bahwa orangtuanya menjadi tempat aman dan nyaman untuk mencurahkan segala hal yang mereka pikirkan atau rasakan.

2. Nalar dan kreativitas semakin terasah 

Melalui kegiatan membaca buku dan mengulas isinya, kedua anak kami mengerahkan kemampuannya untuk berpikir kritis dan menggunakan nalar untuk menjelaskan serta mengungkapkan pendapatnya. Dari bahan bacaan itu pun, mereka mulai menggabungkannya dengan kegiatan lain yang menjadi bakat dan minat mereka, salah satunya adalah menulis dan membuat komik.

Banyak hal yang mereka dapatkan dari membaca, lalu mereka ungkapkan kembali dalam bentuk tulisan di buku harian atau saat mengerjakan tugas dari sekolah dan membuat gambar-gambar atau komik. Pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan bacaan itu memperkaya hasil gambar atau komik yang mereka buat dan semakin menyeleksi buku-buku yang mereka anggap bagus dan layak untuk mereka baca dan koleksi. 

3. Memperbanyak kosakata 

Kegiatan membaca bersama, baik dengan read aloud ketika masih batita dan jadwal membaca bersama buku favorit masing-masing saat ini terbukti menambah banyak perbendahaaan kosa kata yang mereka miliki. Salah satu yang tampak nyata adalah kemampuan mereka dalam memilih diksi atau frasa yang mereka gunakan saat mengungkapkan gagasan, baik dalam tulisan atau ketika berbicara. 

Hal itu cukup menjelaskan bahwa membaca memberikan stimulasi kepada otak untuk merespon dan menyimpan begitu banyak memori berupa kosa kata serta pengembangannya serta bisa memprosesnya untuk digunakan dalam menulis dan berbicara. Bahkan si kecil kini sudah bisa melakukan editing apabila membaca buku atau suatu teks yang dirasakannya keliru, baik dalam bentuk kata maupun tanda baca. 

4. Belajar menulis dari membaca

Banyak membaca akan merangsang anak untuk bisa menulis. (Foto: dok. pri)

Saat krucil kami mulai bisa membaca dan menulis, mereka memang lebih sering berinteraksi dengan buku ketimbang gadget. Bukan tanpa tujuan, tetapi kami memang menghindari sebisa mungkin untuk memberikan gawai tersebut ketika media buku dan pena masih lebih aman dan bermanfaat bagi mereka. Ketika kedua putra kami sudah terbiasa membaca, secara otomatis mereka membutuhkan media untuk mengalirkan kembali hasil bacaan tersebut dalam bentuk kegiatan menulis. 

Oleh sebab itulah kami memberikan mereka sebuah wadah untuk mencurahkan hal tersebut, salah satunya adalah buku harian (diari). Mereka dibimbing untuk menuliskan apa yang ingin mereka ungkapkan dari pikiran, perasaan, pengalaman hingga gagasan atau ide. 

Kebiasaan menulis di buku diari ini memberikan sebuah bonus ketika si sulung mengikuti lomba menulis surat tingkat SD/MI Nasional yang diselenggarakan oleh PT Pos Indonesia. Ia mendapat juara harapan 2 dan mendapat hadiah berupa piagam dan uang senilai 1,5 juta rupiah. 


Sebelumnya ia pun mendapat juara 1 dalam kontes menulis yang diadakan oleh seorang bloger yang tinggal di Korea dan mendapat hadiah piagam dan uang saku senilai 900 ribu rupiah. Kemenangan yang ia dapatkan dari kesukaannya membaca dan menulis ini semakin menguatkannya bahwa membaca sangat penting dan bisa mengantarkannya menuju sukses di masa depan.

Tentu saja ini kemenangan ini bukanlah tujuan kami. Namun hal tersebut menjadi pembuktian dan motivasi bagi keluarga-keluarga lain, terutama di sekitar kami bahwa membaca sangat penting dan memiliki manfaat, apalagi dengan gencarnya gerakan sadar literasi. 

Tak heran jika membaca menjadi jendela ilmu. Melalui banyak membaca, maka kita akan semakin banyak pengetahuandan kesempatan. Kalau nanti anak-anak bisa jadi penulis, maka mereka akan membuka jendela-jendela baru. Bukan layaknya jendela rumah atau apartemen yang terlihat, melainkan jendela batin dan pikiran yang saling memperkuat dan mencerahkan.  


Apa sih yang terlintas dalam pikiran ketika ada yang menyebut tentang "theater of mind" dan kekuatannya dalam menghasilkan suatu karya, termasuk tulisan? Entah mengapa ketika ada yang menyebut frasa tersebut, saya lalu teringat pula pada kalimat yang populer di Facebook, yaitu "What is in your mind?"

Media sosial ini memang seolah-olah bagaikan teman akrab yang selalu siap untuk menjadi pendengar yang baik ketika kita punya sesuatu untuk dibagi, bahkan rahasia terdalam sekalipun. Tak heran jika ada Facebook milik seseorang yang isi tulisannya curhat melulu. 

Kata-kata "theater of mind" ini bagi saya memang sangat intimidatif dan seolah menjadi penguat bahwa mind (otak) merupakan salah satu dari bagian tubuh manusia yang memiliki kekuatan luar biasa. 

Menulis itu membebaskan

Pertanyaan saya yang sudah lama terpendam ini seperti mendapat afirmasi ketika akhirnya saya mengikuti Live Instagram tentang Asyiknya Nulis yang Asyik bersama Kang Maman. Sungguh, banyak wawasan dan hal-hal baru yang bisa saya petik setelah ikut acara yang berlangsung pada Jumat, 8 Oktober 2021 ini. Oh ya, jika ingin mengetahui keseruannya, Sahabat Xibianglala juga masih bisa mengikutinya melalui Instagram @jnewsonline

Kang Maman atau Maman Suherman adalah seorang tokoh pegiat literasi sekaligus penulis buku prolifik. Tulisan-tulisannya sangat inspiratif dan mudah untuk dipahami semua kalangan. Hal-hal semacam ini tentu memunculkan pertanyaan, "Kok bisa sih? Kiat-kiat apa saja yang dimiliki Kang Maman sehingga bisa melahirkan karya yang cukup produktif seperti itu?" Bahkan pandemi pun tak menyurutkan produktivitas menulisnya. Terbukti Kang Maman masih bisa melahirkan banyak buku, termasuk buku "Bahagia Bersama" hasil kolaborasinya dengan Mice dan JNE. Wow! Saya akan tuliskan ulasan bukunya pada postingan tersendiri.

Di sela-sela mengikuti acara tersebut, terselip rasa kagum dan salut pada Kang Maman yang meskipun kini telah memiliki cucu dan aktivitas menulis, tetapi beliau tetap mengobarkan semangat besar dalam dunia literasi di Indonesia. Kegiatannya tersebut sering beliau bagikan dalam unggahannya di Twitter. Kita pun bisa melihat kiprahnya tersebut yang beberapa kali bekerja sama dengan JNE melalui jnewsonline

 
Pada, acara Live Instagram tentang Asyiknya Nulis yang Asyik ini, Kang Maman membagikan pengalaman dan rahasia menulis yang sudah dijalaninya selama ini. Sebagian besar yang disampaikan Kang Maman memang tidak bersifat teknis karena Kang Maman melihat bahwa peserta live IG ini adalah para penulis, wartawan, dan blogger yang tentu sudah akrab dengan dunia tulis-menulis. Dalam forum seperti ini, Kang Maman sungguh berharap bahwa para peserta seolah membawa gelas kosong yang siap diisi sehingga apa pun yang disampaikannya akan tertampung. Namun jika para peserta sudah membawa gelas yang sudah penuh, maka hal-hal yang akan disampaikan akan tumpah dan mungkin akan sia-sia. 

Bagi saya, hal ini merupakan sebuah pelajaran mengenai kerendahhatian bagi seorang penulis. Setiap penulis hendaknya bisa mengambil buah hikmah dari setiap momen, bahkan mungkin pengalaman yang bisa dikesankan atau dinilai remeh oleh sebagian orang yang lain. 

Mengabadikan pengalaman

Kang Maman menceritakan bahwa sering kali buah tulisannya adalah hasil dari pengalaman pribadinya. Sebuah pengalaman ketika perahunya terbalik ketika kunjungan ke sebuah daerah di Makassar (Sulawesi), pengalaman ketika penelitian untuk skripsinya tentang seorang perempuan seks komersial (PSK) bernama Re, pengalaman ketika ibunya wafat, dan lain sebagainya, semua itu bisa menjadi sebuah tulisan yang genuine dan mendapat apresiasi, bahkan kritik. Ia menerima semua reaksi dari tulisannya karena itu merupakan konsekuensi dari beragamnya pandangan orang lain. 

Menurut saya, Kang Maman melihat semua apresiasi, termasuk kritik tersebut sebagai sebuah "anugerah" karena justru dengan respon semacam itu ia bisa melihat sudut pandang yang lain, bahkan mungkin menjadi ide baru bagi tulisan-tulisan berikutnya. Tentu saja kita tidak mungkin mengharapkan hanya menerima pendapat yang setuju atau sejalan dengan pemikiran kita karena setiap orang memiliki jalan pikirannya masing-masing. 

Saya rasa mungkin tak sedikit orang yang merasa tertegun, shocked, atau ikut terhanyut karena relate dengan pengalaman beliau yang tergambar dari tulisan-tulisan Kang Maman. Tulisan yang merupakan pengalaman pribadi memang bisa menjadi tulisan yang memiliki kekuatan karena ditulis dengan penghayatan dan sepenuh hati. 

Kang Maman menceritakan bahwa dengan membuat sebuah "theater of mind", maka pengalaman-pengalaman tersebut seolah memanggil dan ia menuliskannya demi "mengabadikan sesuatu". Melalui tulisan pula, seorang penulis menjadi "voice of the voiceless" atau suara bagi mereka yang tidak bisa bersuara. 

Content is the king

Pada zaman di mana media sosial begitu luas cakupannya, maka kita memang sudah tidak perlu lagi mementingkan media tulisan yang berbentuk cetak atau digital karena "konten adalah raja". Kang Maman membuktikannya dengan cuitan-cuitannya yang sering diunggah di Twitter. 

Begitu banyak dan beragam reaksi netizen yang didapat dari tulisannya. Bahkan netizen pun sering ikut terpancing untuk menjawab di kolom komentar tentang pengalaman pribadi mereka, contohnya pengalaman mereka tentang ibu. Fenomena ini memperlihatkan bahwa banyak hal yang bisa diangkat untuk menjadi ide sebuah tulisan. 

Membaca adalah modal utama seorang penulis.


Meski demikian, ada rambu-rambu berupa 5R yang disampaikan Kang Maman sebagai penulis, yaitu Read (membaca), Research (penelitian), Reliable (ketepatan), Reflecting (merefleksikan), dan Right (benar). Seorang penulis haruslah gemar membaca, rakus bacaan apa pun termasuk konten digital di media sosial. Untuk menghasilkan tulisan yang bermutu, ia harus sudi melakukan riset sekecil apa pun, bahkan sesderhana jajak pendapat di akun medsosnya.

Penulis juga mesti menampilkan setiap data dengan valid, mulai dari ketepatan penulisan nama orang hingga pendapat narasumber yang tak boleh ditambah atau dikurangi. Agar tulisannya menarik, ia harus piawai memilih sudut pandang untuk mendekati pembaca dengan nyaman. Tidak mudah menghakimi hanya karena perbedaan perspektif. Terakhir, ia harus pastikan bahwa yang ia tulis adalah benar. Benar menurut keyakinan pribadi, kaidah umum, atau benar menurut kepentingan politik--semua harus jelas.  

Banyak mutiara berharga yang bisa ditemukan dari acara ini, tentunya hal ini kembali pada pengalaman dan pemahaman pribadi para peserta itu sendiri. Saya termasuk yang merasa sangat beruntung dan berterima kasih pada Kang Maman yang telah memberi wawasan baru. 

Setiap tulisan punya kekuatan

Ketika saya membaca buku Re untuk pertama kali, saya memang belum terlalu mengenal Kang Maman (ya, saya akui bahwa saya memang kudet, hehehe). Tapi buku itu jelas membuat saya tertohok dan merasa speechless karena hanya orang yang nekat (berani) terjun ke dunia malam seperti itu. Kang Maman sudah berani membuka sebuah kenyataan bahwa perdagangan manusia itu ada dan masih berlangsung hingga saat ini, detik ini. 

Pada akhirnya, setiap penulis memang memiliki cara mereka sendiri dalam memotret kenyataan di sekelilingnya. Namun, theater of mind itu bisa menuntun sebuah pandangan seseorang. Tak jarang sebuah tulisan juga bisa membuat perubahan sedikit demi sedikit, bahkan menginspirasi untuk mengubah sesuatu yang telah berurat dan berakar. 

Menulislah dengan jujur

Oh ya, satu hal lagi yang tidak mungkin saya lupakan dari acara live IG Kang Maman ini, yaitu ketika Kang Maman menjawab pertanyaan seorang blogger yang menamakan dirinya Belalang Cerewet. Entah kenapa Kang Maman pun menyebut Rumi ketika mengiringi jawabannya saat itu. Bukan sebuah kebetulan dan mungkin ini pun merupakan kekuatan sebuah pikiran. 

Saya penasaran, kira-kira apa yang ada dalam theater of mind Kang Maman jika mengetahui bahwa Rumi dan Belalang Cerewet itu merupakan ayah dan anak? Mungkinkah itu bisa menjadi ide bagi saya untuk menjadikannya sebuah tulisan? Tentu saja bisa. Saya pun tidak berhenti tersenyum setelah acara tersebut berakhir. Impressive pokokna mah! (bukan bahasa Jaksel). 

Akhir pekan adalah waktu yang tepat untuk mengambil jeda di antara padatnya aktivitas selama seminggu kemarin. Saya termasuk orang yang menjadikan akhir pekan sebagai waktu untuk menikmati buku-buku secara lebih santai. Tak harus duduk di balkon apartemen mewah, santai membaca buku di beranda rumah mungil sambil ditemani camilan dan secangkir teh atau kopi pun sudah kenikmatan yang tidak bisa ditukar dengan apa pun, hehe .... 

Nah, mungkin ada di antara 15 buku novel tentang perempuan yang asyik dibaca saat akhir pekan ini menarik minatmu. Jangan-jangan ada yang sudah pernah membacanya juga. Ayooo ngaku! 

1. The Virgin Blue (Tracy Chevalier)


The Virgin Blue adalah sebuah novel yang juga berlatar belakang sejarah, yaitu reformasi Protestan di abad keenam belas yang diawali oleh Martin Luther. Perseteruan antara kaum Katolik dan Protestan saat itu tergambar dalam pencarian asal-usul pencarian keluarga leluhur tokoh utama, Ella Turner yang akhirnya menemukan rahasia-rahasia memilukan pada keluarga Tournier. Ikatan antara Ella Tournier dan Isabelle du Moulin terkuak setelah empat ratus tahun kemudian membuat novel ini sangat membuat penasaran.

2. Poison (Sara Poole)


Buku ini bercerita tentang ambisi balas dendam Francesca Giordano, seorang perempuan jelita ahli racun, atas kematian ayahnya di kota Roma pada abad pertengahan. Ia berusaha keras untuk mendapatkan posisi penting sebagai ahli racun untuk melayani keluarga paling berbahaya di Italia saat itu, Kardinal Rodrigo Borgia. Berhasilkah Francesca menjalankan misinya itu? Novel ini sangat menegangkan dan cocok untuk penyuka fiksi sejarah, terutama yang berlatar belakang sejarah Reneisans. 

3. Citra Rashmi (Tasaro GK)


Salah satu penulis Indonesia favorit saya adalah Tasaro GK. Wong Gunung Kidul ini memang piawai menjalin cerita yang berlatar belakang sejarah, khususnya dari bumi Sunda Parahyangan di masa yang menegangkan menjelang terjadinya Perang Bubat. Sang putri, Citra Rashmi atau Dyah Pitaloka adalah tokoh yang menjadi kunci dalam peristiwa yang terkait dengan Kerajaan Majapahit tersebut. Membaca novel ini membuat imajinasi yang sangat liar mengenai keindahan alam dan kehidupan masa lalu semakin membuncah. Siap-siap saja deh. 

4. Wild Swans (Jung Chang)



Kisah tiga perempuan dari tiga generasi dalam buku ini sedikit banyak membuat kita memahami tentang begitu besarnya pengaruh paham komunis pada kehidupan masyarakat di negeri Tiongkok. Novel yang ditulis oleh Jung Chang ini sebenarnya diambil dari kisah nyata kehidupan keluarganya pada masa awal pemerintahan komunis di China hingga pada akhirnya ia memutuskan hijrah ke Inggris. 

5. Putri Langit (Nigel Cawthorne)


Jika ada pemimpin perempuan di dunia yang sangat kuat, Putri Langit adalah salah satunya. Novel ini merupakan kisah nyata perjalanan kehidupan Wu Chao yang awalnya menjadi selir kaisar hingga menjadi kaisar perempuan satu-satunya dalam sejarah China. Novel yang ditulis oleh Nigel Cawthorne ini salah satu buku yang membuat saya sedikit banyak memahami tradisi dan budaya Tongkok yang sangat eksotis.

6. Alazhi Perawan Xinjiang (Nuthayla Anwar)



Jika masih membutuhkan sudut pandang dalam melihat kondisi muslim Uighur di Xinjiang, novel ini menurut saya benar-benar bisa mewakili. Kehidupan masyarakat dan alam Xinjiang yang indah ditingkahi oleh bayang-bayang teror yang terjadi pada masyarakat Muslim diceritakan dengan sangat sangat apik oleh Nuthayla Anwar. Novel ini bikin saya bercita-cita suatu saat bisa berkunjung ke sana.

7-12. Serial Perempuan yang Dijamin Masuk Surga (Sibel Eraslan)

Novel-novel ini merupakan serial yang terdiri atas judul-judul sebagai berikut: Hajar; Rahasia Hati Sang Ratu Zamzam, Maryam; Bunda Suci Sang Nabi, Aisyah; Wanita yang Hadir dalam Mimpi Rasulullah, Fatimah Az-Zahra; Kerinduan dari Karbala, Asiyah; Sang Mawar Gurun Fir’aun, dan Khadijah Binti Khuwailid; Ketika Rahasia Mim Tersingkap.

Sumber Gambar: inkuiri.com

Nah, di antara 15 buku novel tentang perempuan yang asyik dibaca saat akhir pekan ini, enam serinya merupakan karya masterpiece Sibel Eraslansemuanya saya suka bangetbenar-benar menyingkap sosok perempuan-perempuan yang dijamin masuk surga. Saya sempat tergugu dan menangis dalam diam atau tersenyum-senyum kecil saking terbawa dalam emosi ketika membaca novel-novel ini. Speechless deh dengan kemampuan Mbak Sibel Eraslan yang bisa mengaduk-aduk perasaanku, si perempuan lemah ini. Jika sudah berkait dengan surga dan religiusitas, siapa yang bisa menahan rasa yang membuncah dalam dada? Enggak ada kan? 

13. Sky Burial (Xinran)


Saya pun menjadi sangat terobsesi ingin pergi ke Nepal atau Tibet setelah membaca novel ini. Mungkin konyol sih, tapi novel ini bercerita dengan sangat menggugah tentang kesetiaan, pengorbanan, kerasnya alam meski tetap menyajikan pemandangan alam yang luar biasa serta tradisi penguburan yang cukup menyayat hati. Hanya ada satu kata buat novel ini, awesome! brrr ...dingiiin. 

14. Nefertiti (Nick Drake)

Sumber Gambar: id.carousell.com

Novel ini menceritakan tentang kehidupan Nefertite, salah satu ratu Mesir Kuno terkenal. Kisah permaisuri dari Raja Atep ini membuat kita sekilas melebur dalam kehidupan penuh intrik di Kerajaan Mesir yang hingga saat ini masih memiliki daya tarik magis untuk diungkapkan. Michelle Moran dengan sangat piawai menjalin kisah ini seakan-akan kita berada dalam suasana yang terjadi saat itu dan bersiap untuk selalu berada dalam suasana mencekam meski mendapat gambaran nuansa kecantikan eksotis negeri seribu piramida tersebut. 

15. The Physic of Book of Deliverance Dane (Katherine Howe)

Sumber Gambar: id.carousell.com

Buku yang berada di nomor buncit ini mungkin salah satu buku yang membuat saya geleng-geleng kepala. Buku ini sanggup membuat saya kesulitan menghilangkan imajinasi akan suasana masyarakat Eropa di abad pertengahan. Sebuah kondisi di mana banyak sekali ahli pengobatan yang dituduh sebagai tukang sihir atau penganut ilmu hitam hingga mereka dijatuhi hukuman mati. Karakter perempuan yang sangat kuat berpadu dengan fiksi sejarah membuat kisah-kisah kelam praktik hukuman kejam di abad pertengahan ini menjadi begitu mencekam. 


Nah, mungkin ada salah satu di antara15 buku novel tentang perempuan yang asyik dibaca saat akhir pekan tersebut yang menarik minat kamu untuk menjadi teman me time di akhir pekan ini. Jangan lupa selesaikan dulu tugas-tugas yang masih belum beres ya. Soalnya, dijamin sulit untuk meletakkan buku tersebut jika sudah terlanjur membacanya. Repot dong jika tugasmu masih menumpuk, sedangkan kamu enggak bisa berhenti membaca, hahaha. Penasaran kan?