Beberapa kurun waktu terakhir, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif atau Kemenparekraf sedang gencar berusaha untuk mengangkat keberadaan desa wisata sebagai magnet wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Dengan mengunjungi desa wisata, para wisatawan bisa melihat keunikan kehidupan masyarakat yang memiliki cara atau tradisi tertentu.
Reza Permadi, CEO PT Atourin Teknologi Nusantara. (Sumber foto: Instagram @repermadi) |
Dalam sebuah desa
wisata, biasanya ada kesinambungan antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas
pendukung yang melibatkan masyarakat di desa tersebut. Oleh karena itulah, Kemenparekraf
berharap keberadaan desa wisata mampu dapat sekaligus mengangkat taraf
perekonomian masyarakat di beberapa daerah di Indonesia.
Ada satu peluang
dan kebutuhan yang lantas dilihat oleh Reza Permadi dengan makin banyaknya desa
wisata di Indonesia, yaitu perihal teknologi. Ia berharap, digitalisasi desa
wisata dapat lebih mendatangkan wisatawan. Menyadari hal ini, ia dan beberapa temannya kemudian mendirikan PT
Atourin Teknologi Nusantara yang mengajak para pengelola desa wisata untuk berkolaborasi untuk menyosong wisata
berkelanjutan di Indonesia.
Aplikasi Sebagai Solusi Para Penyelenggara Desa Pariwisata
Menurut Reza, ide
awal atau inspirasi Atourin Visitors Management System atau VMS yang digagas
olehnya ini berawal dari pengalamannya saat sering mendampingi desa-desa
wisata.
“Kemudian dari
situ kami lihat desa wisata itu bagus masyarakatnya segala macamnya, tapi kita
lihat ternyata apa sih yang kurang adalah bagaimana mereka didokumentasi,”
tutur Reza.
Jadi menurut
Reza, ketika ada orang wisatawan datang, sayangnya tidak tercatat siapa
namanya, berapa nomor hpnya, atau emailnya. Kemudian tidak ada juga catatan
berapa jumlah wisatawan yang datang ke desa wisata tersebut.
Kemudian, salah satu hal yang Reza lihat pula adalah kurangnya strategi
pemasaran. Misalnya, para pengelola desa wisata ini punya homestay atau ada juga
yang punya aktivitas di sawah, tetapi mereka tidak
tahu caranya mengundang
para wisatawan untuk datang.
“Jualnya masih
banyak yang bingung. Nah, berangkat dari situ,
sebagai pendamping desa wisata, ada kekurangan seperti itu, makanya melalui
Atourin, kami bikin sistem yang namanya Atourin Visitors Management System atau
VMS,” jelas Reza.
Ia bekerja sama
dengan timnya di Atourin meskipun, uniknya, Reza
mengaku tidak punya latar belakang pendidikan formal yang khusus di bidang
teknologi. Untuk menggagas sistem di Atourin, ia banyak belajar dari kursus
atau video-video di Youtube.
Semua berawal
saat ia menempuh S2 yang fokus belajar tentang Sustainable Tourism. Dari sanalah ia
lantas belajar teknologi dan sering berkumpul
serta berkomunikasi
dengan orang-orang yang paham teknologi sehingga hingga akhirnya ia punya ide dan lantas
diwujudkannya bersama teman-temannya pada Desember 2019.
“Respon terhadap Atourin bagus karena
menyelesaikan masalah di mereka. Kita membantu mereka, tapi kami menyebutnya
sebagai kolaborasi. Yuk, kita kolaborasi. Kami punya teknologi ini, kamu punya
kendala ini. Coba aja beberapa
bulan dulu deh, kalau misalkan
oke. Makanya kita buktiinnya kan dengan selalu mendatangkan wisatawan ke mereka,” ungkap Reza.
Aplikasi Atourin
ini sendiri bisa didapatkan di Google Play atau AppStore. Bentuknya
berupa marketplace jual beli produk pariwisata, misalnya paket wisata
dua hari satu malam ke Karimunjawa, homestay, dan lain sebagainya.
Laman Atourin. (Sumber foto: www.atourin.com) |
“Kita fokus salah satunya adalah desa wisata. Teman-teman di desa wisata biasanya punya pengelolanya, yaitu anak-anak muda atau yang kita sebut Pokdarwis atau Kelompok Sadar Wisata. Mereka lantas bisa berjualan di aplikasi Atourin,” terang Reza.
Ia berharap,
Atourin sebagai sistem teknologi bisa membantu mewujudkan desa wisata yang
berkelanjutan yang selama ini diimpikan banyak orang dan bahkan menjadi slogan
atau jargon.
Bersama Atourin,
Reza mengurasi paket-paket desa wisata yang ada sehingga langkah ini bisa membuat paket
yang dibeli wisatawan menjadi tepercaya.
Di aplikasi
Atourin, para wisatawan bisa berpeluang mendapatkan voucher atau insentif untuk
wisatawan. Nominalnya mulai dari 50 ribu, 100 ribu hingga 150 ribu.
“Kita sering
kasih insentif-insentif seperti itu. Insentif ini hasil patungan. Kita kerja
sama dengan pemerintah untuk mendukung orang-orang melakukan perjalanan ke desa
wisata.”
Dua Tantangan yang Dihadapi Atourin Saat Ini
Selama
menjalankan teknologi Atourin serta kolaborasi dengan para pelaku penyelenggara
desa wisata, setidaknya ada dua tantangan menurut Reza yang hingga kini ia
hadapi.
Tantangan yang
pertama adalah sumber daya manusia. Dan ini adalah tantangan yang menurut Reza
tidak ia bayangkan sebelumnya. “Jadi udah punya sistem kerja sama tuh
nggak semudah kolaborasi yang saya bayangkan. Karena kalau kita bicara
teknologi digitalisasi, otomatis semua akan transparan. Semua catatan keuangan,
berapa jumlah wisatawan yang datang.”
Fakta yang
terkadang Reza dapatkan saat di lapangan adalah ada banyak tempat wisata yang
tidak mau transparan. SDM yang ada menurutnya masih belum bisa menerima tranparansi.
Padahal maksud
Reza, dengan teknologi Atourin, mereka ingin menggantikan tiket karcis yang
selama ini berbentuk tiket kertas. “Karena lumayan kan mengurangi sampah kertas
dari karcis kertas gitu. Kalau dengan VMS kan elektronik semuanya,” imbuh
Reza.
Selain kendala
SDM, masalah lain yang masih ia hadapi saat
ini adalah infrastuktur internet yang kurang mendukung di daerah-daerah 3T atau
Tertinggal, Terdepan, dan Terluar.
Saat Atourin
menjalin kemitraan dengan desa wisata di daerah-daerah 3T, ia menemukan kendala
adanya blank spot alias tidak adanya jaringan internet di daerah
tersebut.
Untuk mengatasi
hal tersebut, Reza bersama Atourin akhirnya menjalin kerja sama dengan
kementerian dan lembaga terkait. “Kita coba mapping kira-kira mana saja
sih blank spot dan jadi kebutuhan untuk parisiwata.”
Misalnya saat
Reza mengunjungi Ternate. Ada beberapa desa
wisata yang blank spot dengan kondisi internet di edge. Bahkan
ada juga yang benar-benar tidak ada sinyal sama sekali. Ia mengaku, infrastruktur internet
selama ini memang masih belum menyeluruh. Masih banyak masyarakat di daerah 3T
yang masih belum bisa menikmati internet.
“Masih belum bisa
belanja online mereka di sana,” guyon Reza.
Reza Permadi saat mengunjungi salah satu desa wisata di Indonesa. (Sumber foto: Instagram @repermadi) |
Ke depan nanti, Reza
menargetkan makin banyak desa wisata yang bisa menjalin kolaborasi dengan
Atourin. Hingga kini, baru seratusan desa wisata yang berkolaborasi
dengannya.
Sementara itu, saat ini ada 74
ribu sekian desa wisata yang tersebar di Indonesia. “Kalau data dari
Kementerian Parisiwata dan Ekonomi Kreatif, dari 74 ribu itu ada sekitar 4.500-an desa wisata
yang terdaftar di website kemenparekraf. Target kami di Atourin tahun
2030, pengen ada 4.500 desa wisata ini sudah berkolaborasi dengan Atourin
dengan menggunakan sistem VMS tadi. Supaya kita bisa menyongsong pariwisata
berkelanjutan salah satunya melalui fitur teknologi.”
Berakselerasi dengan Lebih Cepat lewat SATU Indonesia Awards
Apa yang
dilakukan Reza bersama Atourin ini akhirnya membuat ia meraih penghargaan SATU
Indonesia Awards 2023 mewakili Provinsi DKI Jakarta dalam bidang
teknologi.
Reza Permadi menerima penghargaan SATU Indonesia Awards 2023. (Sumber foto: Instagram @repermadi) |
Ia sendiri
mengaku awalnya tidak menyangka dapat meraih penghargaan tersebut. Apalagi
menurutnya prosesnya cukup ketat. “Didatengin ke kantor, didatengin ke tempat
mitra, harus dicek verifikasinya, interviewnya beberapa kali, presentasi ke
jurinya juga bukan sembarangan,” tutur Reza.
Ia tak menyangka
bisa berhadapan dengan orang-orang hebat yang menjadi juri di ajang tersebut,
seperti Profesor Emil Salim, Profesor Nila Moeloek hingga Dian Sastro.
Penghargaan ini
menurutnya memiliki makna bagi banyak anak muda agar jadi tergugah
melakukan hal-hal yang lebih. Reza sendiri mengaku, ia jadi memiliki
target-target, seperti
akselerasi yang menjadi lebih cepat
setelah ia menerima Apresiasi SATU Indonesia Awards.
0 comments:
Posting Komentar