Suryanto, Penjaga Masa Depan Sungai dan Ikan Lokal

Suryanto dan anak-anak sekolah yang berkunjung di Surya Fish Farm Education. (Sumber foto: Instagram @suryafishfarmeducation)

Berawal dari hobi memelihara ikan sejak SD, nyatanya seorang pria asal Yogyakarta bisa meraih penghargaan besar seperti Kalpataru hingga SATU Indonesia Awards. Tentunya bukan sebuah perjalanan yang singkat bagi Suryanto hingga ia bisa meraih dua penghargaan tersebut. 


Sebelumnya, Suryanto adalah seorang penggemar ikan hias yang lalu memulai bisnis jual beli ikan koi. Bahkan ia pun pernah termasuk salah satu penangkap ikan di sungai yang juga menggunakan alat setrum. 

 

Namun lambat laun, Suryanto sadar tentang pentingnya kelestarian lingkungan. Dari waktu ke waktu, ia lalu melakukan berbagai aksi yang membawa dampak positif bagi sikap masyarakat di sekitarnya terhadap alam, terutama ekosistem sungai.

 

Berawal dari Bisnis hingga Mendirikan Surya Fish Farm Education

 

Saat ini, banyak orang mengenal dan melekatkan Suryanto dengan Surya Fish Farm Education atau SFF Edu yang didirikannya 2015 silam. Namun sebelum ia mendirikan SFF Edu, ternyata Suryanto lebih terkenal sebagai penjual ikan hias koi.

 

Pria asal Pedukuhan Carikan, RT 03 RW 02, Kelurahan Bumirejo Kapanewon Lendah, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta ini sejak kecil tinggal di daerah yang dikelilingi sungai. Mulai dari yang berukuran kecil, hingga besar. 

 

Awalnya di tahun 2012, ia melakukan budidaya ikan hias jenis koi. Tak hanya itu, Suryanto juga memberi edukasi kepada para pelanggannya agar bisa memelihara dengan baik. 

 

Usahanya berbisnis ikan koi sambil memberi pengetahuan ke para pembelinya tersebut awalnya membuat ia tidak disukai para pedagang ikan hias lainnya. Namun uniknya, lambat laun caranya itu justru diikuti para penjual ikan hias lainnya. 

 

Selain budidaya ikan hias koi, Suryanto juga mengaku dulu kerap mencari ikan dengan setrum di sungai. Tetapi makin hari ia sadar, cara tersebut bisa merusak keberadaan ekosistem di sungai. 

 

Setelah ia sadar, Suryanto lalu berpikir bagaimana caranya agar masyarakat di sekitarnya juga bisa berhenti dari kebiasaan menangkap ikan dengan cara setrum. Hingga di tahun 2017, momen itu pun datang.

 

Saat itu, marak terjadi pencurian di rumah warga. Suryanto kemudian mengusulkan untuk menghidupkan lagi sistem pos ronda. Sementara itu, kebiasaan warga menangkap ikan dengan cara setrum di sungai pada malam hari juga masih kerap terjadi.

 

Akhirnya sambil melakukan ronda dan berjaga di pos ronda, Suryanto menyisipkan obrolan tentang cara melestarikan sungai dan ikan lokal yang ada di sungai sekitar daerah mereka.

 

Langkahnya dalam berkomunikasi dengan warga akhirnya berhasil. Makin hari, makin sedikit warga yang menangkap ikan dengan cara setrum. Masyarakat di sekitar tempatnya tinggal bahkan bergotong royong membuat papan peringatan larangan mengambil ikan dengan cara setrum. 

 

Cara ini awalnya tentu mendapat penolakan. Dari beberapa papan larangan yang dipasang, sempat ada juga papan-papan yang dirusak. Ia cukup mengerti karena hal tersebut terkait dengan mata pencaharian masyarakat.

 

Tapi Suryanto pantang menyerah. Pelan-pelan, ia terus memberi tahu dan memberi edukasi. “Karena dia itu juga butuh untuk makan, jadi kita juga harus pintar-pintarnya memberi pemahaman pengertian,” ujar Suryanto. 

 

Di tahun 2015, Suryanto kemudian menyisihkan sebagian hasil penjualan ikan koi dari usaha budidayanya  untuk mendirikan SFF Edu. Dari uang yang dimilikinya, ia membangun pendopo, membeli beberapa akuarium, dan membuat beberapa kolam budidaya. Semuanya itu ia pakai sebagai media edukasi untuk mereka yang tertarik dengan budidaya ikan hias.

 

Halaman SFF Edu. (Sumber foto: Instagram @suryafishfarmeducation)


Pria yang mengaku hanya lulusan SMA dan tidak punya dasar ilmu formal tentang perikanan ini banyak belajar dari pengamatan sendiri. “Kita memelihara, terus mengetahui karakteristiknya gimana, sama budidayanya,” aku Suryanto. 

 

Ia terus melakukan semua itu degan motivasi karena menyukai lingkungan yang bersih. “Zaman aku dulu waktu masih kecil, banyak alami. Terus waktu dewasa kok banyak sekali kerusakan dan tercemar. Terus aku ingin kembali ke masa-masa dulu seperti itu,” ungkap Suryanto.

 

Edukasi Ikan untuk Kelestarian Lingkungan

 

Tempat tinggal Suryanto yang juga menjadi tempat berdirinya SFF Edu memang cukup asri. Sebagai tempat edukasi dan konservasi, SFF Edu berada di balik teduhnya pepohonan kebun pohon jati, beberapa pohon kelapa, dan pohon mlinjo. 

 

Saat mengunjungi tempat ini, para pengunjung langsung mendengar suara gemericik air dari pompa air di beberapa akuarium berukuran besar. Akuarium-akuarium ini yang terletak di antara pendopo dan rumah tinggal Suryanto. 

 

Sejak awal didirikan, Suryanto membuat slogan untuk SFF Edu, yaitu ‘Edukasi Ikan untuk Kelestarian Lingkungan’. Hingga kini, SFF Edu fokus pada kegiatan edukasi dan konservasi.

 

Di sini, para pengunjung bisa belajar, mengenal, mengidentifikasi ikan lokal dan jenis ikan invasif, cara menangkap ikan yang baik dan benar, cara memelihara, pengetahuan reproduksi ikan, serta cara membudidayakan aneka macam jenis ikan lokal dan asing. SFF Edu juga memberi pengetahuan tentang cara melepasliarkan ikan yang benar agar tidak mengganggu habitat lain yang sudah ada di sungai. Apalagi jika ikan tersebut tergolong ikan predator.

 

Kegiatan identifikasi ikan lokal. (Sumber foto: Instagram @suryafishfarmeducation)


“Kita belajar tentang ikan untuk mengetahui tentang jenis jenis ikan terus begitu juga melestarikan ikan ikan yang lokal tentunya,” jelas Suryanto. 

 

Selama ini fokus SFF Edu lebih banyak untuk anak usia sekolah. Ia mengenalkan ikan sebagai cara mendidik untuk menumbuhkan karakter jiwa peduli lingkungan hidup di sekitarnya, cinta sesama makhluk hidup, hingga belajar mencintai kebersihan lingkungan. 

 

Keberadaan SFF Edu pun sebagai wahana edukasi bagi generasi muda. Suryanto menganggap cara ini sebagai jurus jitu untuk dilakukan karena memberi pengetahuan kepada para penerus pelestarian lingkungan yang kelak bertanggung jawab di masa depan. 

 

Di SFF Edu, masyarakat akan diajak mengidentifikasi jenis-jenis ikan lokal termasuk cara memeliharanya, domestikasi, hingga bagaimana cara membudidayakan ikan lokal. 

 

Materi di SFF Edu. (Sumber foto: Instagram @suryafishfarmeducation)


Bagi Suryanto sendiri, ikan lokal tak hanya memiliki nilai ekonomis dan sumber pangan. Akan tetapi, keberadaan ikan lokal dapat menjadi alat ukur kelestarian lingkungan hidup terutama kualitas air yang sehat.

 

Awalnya SFF Edu didirikan Suryanto dengan menunjukkan keberadaan ikan-ikan hias. Namun seiring menurunnya populasi ikan lokal yang ada sekitarnya, ia pun menambah koleksi di SFF Edu berupa ikan-ikan lokal.  

 

Ikan lokal yang dimaksud antara lain seperti ikan jenis wader-waderan yaitu wader pari, wader cangkul, wader abang, ikan sepat, ikan betok, ikan betik, serta ikan cupang lokal. Sedangkan ikan red devil atau ikan nila termasuk ikan asing yang asalnya tidak dari daerah tempat Suryanto tinggal.

 

Keberadaan jenis-jenis ikan lokal ini sangat ia perhatikan dan lestarikan. Hal ini dikarenakan maraknya pencarian ikan terutama yang dilakukan secara tidak ramah lingkungan. 

 

“Misalnya seperti racun atau setrum, alatnya yang berbahaya bagi lingkungan. Selain itu masuknya jenis-jenis ikan baru yang bukan habitatnya, yang berasal dari luar negeri atau dari luar daerah kita. Kebanyakan kalau sudah bosen dilepas ke sungai atau dilepasliarkan. Sepatutnya tidak boleh karena nanti bisa menginvansi atau menggeser keberadaan ikan yang asli atau ikan lokal di sekitar kita,” jelas Suryanto. 

 

Dengan belajar tentang ikan, menurut Suryanto, siapapun jadi bisa paham tentang ilmu ekologi yang memelajari hubungan atau interaksi sesama makhluk hidup dengan lingkungan dalam sebuah ekosistem. 

 

Masyarakat juga jadi bisa tahu bagaimana ikan berkembang biak, bagaimana ikan hidup di perairan, mengenal ekosistem perairan, jenis-jenis pohon sebagai pelestari mata air, serta arti pentingnya kebersihan lingkungan.

 

Berbagai Aksi Pelestarian Alam yang Menuai Apresiasi

 

Tak hanya mengedukasi untuk tidak lagi menangkap ikan dengan cara setrum, Suryanto juga memberikan solusi. Langkah ini membuat ia tidak mematikan mata pencaharian masyarakat yang menggantungkan diri dari kegiatan menangkap ikan dengan cara setrum. 

 

“Alhamdulillah sekarang itu sudah agak tergerak, ataupun sadar gitu tidak lagi menggunakan alat-alat yang berbahaya. Karena itu kan juga ada undang-undangnya yang mengatur seperti itu kan,” tutur Suryanto yang turut menginisiasi penyusunan peraturan tentang larangan perburuan liar. 

 

Ia bersyukur, masyarakat di sekitarnya sudah mulai mencoba membudidayakan jenis-jenis ikan yang asli seperti ikan wader. Tak hanya itu, masyarakat yang memiliki kebiasaan membuang sampah di sungai juga sudah diarahkan untuk mengolahnya di rumah tangga masing-masing. 

 

“Ya karena kita aktif sosialisasi mungkin mereka juga tergerak untuk melestarikan sungai,” imbuhnya.

 

Suryanto yang mampu menunjukkan cara baru mengkreasikan budidaya ikan-ikan lokal untuk dimanfaatkan lebih luas untuk kesejahteraan masyarakat inipun membuatnya mendapat apresiasi Kalpataru tahun 2021. Ia berhasil meraih juara 1 penerima Kalpataru Tingkat Daerah Istimewa Yogyakarta untuk kategori Perintis Lingkungan.

 

Memang, sudah banyak hal yang dilakukan oleh Suryanto hingga menggerakan kebiasaan baik di masyarakat tentang pelestarian alam khususnya sungai. Misalnya, ia bisa mengajak bersih sungai secara berkala satu bulan sekali.

 

Selain itu, Suryanto juga pernah membuat buku muatan lokal berjudul ‘Jaga Kaliku’ untuk anak SD. Buku yang berisi tentang pengenalan jenis-jenis ikan lokal ini merupakan hasil kerja sama Dinas Kelautan dan Perikanan, bersama Dinas Pendidikan. 

 

Buku ‘Jaga Kaliku’ (Sumber foto: dkp.kulonprogokab.go.id)

 

Hal yang unik adalah program yang pernah dilakukan Departemen Agama Kabupaten Kulon Progo yang terinspirasi dari gerakan pelestarian ikan lokal yang dilakukan Suryanto. Program tersebut adalah, bagi siapapun yang menikah, pasangan pengantin wajib merilis ikan lokal. 

 

Berbagai kegiatan yang dilakukan pria yang tergabung dalam beberapa komunitas seperti Wild Water Indonesia dan Kelompok Masyarakat Pengawas Pelestari Alam dan Satwa Indonesia atau Pokmaswas Padas ini membuatnya meraih penghargaan dari Astra. Di tahun 2023 lalu, Suryanto berhasil menjadi penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards tingkat Provinsi Yogyakarta di bidang Lingkungan. 

 

Dengan penghargaan tersebut, ia merasa senang karena masyarakat luas bisa peduli terhadap lingkungan, terutama lingkungan sungai. “Yang awalnya tercemar kini bisa menikmati seperti dulu lagi,” ujarnya. 

 

Ia berharap masyarakat bisa menyukai ikan serta memiliki keinginan menjaga dan melestarikan lingkungan perairan yang sehat agar bermanfaat bagi semua makhluk hidup.

 

“Harapannya nggak muluk-muluk, berharap masyakarat Indonesia sadar untuk mengelola lingkungannya sendiri. Kalau nanti lingkungan di sekitar rumah sudah bagus, tidak ada sampah, tidak ada pencemaran, itu akan terlihat. Seluruh wilayah akan bersih. Kita mulai dari lingkungan kita sendiri saja,” pungkasnya. 

 

0 comments:

Posting Komentar