Lidah Buaya yang Mengubah Lahan Tandus Jadi Berkah Bagi Masyarakat Gunungkidul

Dua tahun terus-menerus menanam lidah buaya atau aloe vera bukanlah hal yang mudah bagi Alan Efendhi dan ibunya yang bernama Sumarni. Pada tahun 2014, mereka menanam lidah buaya di lahan pertanian produktif. Hal tersebut menjadi pemandangan aneh bagi warga sekitarnya di Jeruklegi, Katongan, Nglipar, Gunungkidul, Yogyakarta.


Begitu getolnya menggeluti budidaya lidah buaya, mereka sampai-sampai dicemooh akan makan dan membuat gudeg lidah buaya oleh warga sekitar lantaran terus menanam tanaman khas gurun tersebut.


Alan Efendhi penyulap lahan tandus dengan lidah buaya | Dok. Alan Efendhi

Dua tahun berlalu, ketika jumlah lidah buaya yang ada mencukupi untuk diolah, Alan pun mulai bergerak memproduksi minuman sehat dengan mengandalkan bahan baku lidah buaya.


Akhirnya, dengan mengusung merek Rasane Vera, Alan dan sang ibu membuat minuman berbahan baku lidah buaya. Minuman ini tak hanya disukai karena menyegarkan, tetapi juga kandungan gizinya yang cukup tinggi.


Uniknya, Alan yang meraih SATU Indonesia Awards 2023 di bidang kewirausahaan ini mengaku tidak punya latar belakang ilmu formal di bidang bisnis ataupun pertanian. Ia mempelajari semuanya secara otodidak dari orang-orang yang dianggapnya sudah senior di bidang ini.

 

Alasan Membuat Usaha Berbahan Lidah Buaya


Budidaya lidah buaya di lahan tandus Gunungkidul | Sumber foto: IG @efendhi_alan.rv

Sebetulnya ada kondisi yang kurang menguntungkan sekaligus peluang yang dilihat Alan. Pada awal merintis usaha, ibunya memang hanya menuruti permintaan Alan untuk bersabar menanam lidah buaya di lahan produktif milik mereka.


Namun bagi Alan sendiri, ia punya alasan mengembangbiakkan lidah buaya di kampung halamannya. Ya, sudah banyak orang yang tahu seperti apa kondisi alam yang tandus di Gunungkidul. Hal itulah yang melatarbelakangi Alan, yakni perasaan prihatin melihat lingkungan di daerah tersebut.


“Karena Gunungkidul notabene tempatnya kering, susah air, terus tanah pertaniannya juga tadah hujan. Tanahnya tandus, lahan enggak produktif,” demikian Alan berdalih.


Hal itu mendorong Alan untuk memiliki sebuah usaha atau kegiatan yang bisa membawa dampak positif bagi lingkungan tempat ia tinggal.


Belum lagi kondisi miris ibu-ibu petani di desanya yang selama musim kemarau tak bisa bekerja sebab lahan pertanian mereka jadi tidak produktif.


Ibarat pepatah blessing in disguise, kondisi seperti itu justru membawa berkah. Lahan kering sangat cocok ditanami lidah buaya. Tanaman khas gurun ini memang cukup kuat bertahan hidup di lahan yang minim air.


Tanaman lidah buaya yang ditanam Alan dan ibunya lalu diolah menjadi minuman sehat. Ia membuktikan kepada masyarakat di sekitarnya bahwa ia bisa mengolah lidah buaya, mengembangkan produk, bahkan akhirnya membutuhkan banyak bahan baku.


Alan juga memastikan bahwa ia membeli lidah buaya dengan harga pasti dari para petani. Hal ini membuat para petani tergerak untuk membudidayakan tanaman serupa dan bermitra dengannya.

 

Mampu Menggerakkan Ekonomi Masyarakat

Untuk bisa terus mendapatan pasokan bahan baku, semakin hari Alan akhirnya membentuk petani mitra. Hingga kini sudah ada sekitar 150 lebih petani yang bermitra dengannya. Bahkan tidak hanya di Gunungkidul, tetapi juga di beberapa daerah lain di Yogyakarta, seperti Bantul dan Bayat.


“Sehingga di 2018, mulai banyak petani yang saya jadikan mitra untuk jadi anggota. Nantinya ketika mereka panen bisa saya serap, kepastian dibelinya itu jelas,” tutur Alan mantap. 


Beberapa petani yang bermitra dengan usaha Mountvera Sejati milik Alan ada yang berada dalam KWT atau Kelompok Wanita Tani, dan ada juga yang bermitra secara individu.


Adapun untuk proses produksi, Alan memiliki beberapa pegawai yang semuanya adalah kaum ibu di sekitar tempatnya tinggal. Mereka terbagi menjadi bagian budidaya panen, ada yang menangani setoran masuk ke pabrik, pengolahan lidah buaya, hingga bagian pengemasan dan pemasaran.


Para ibu di lingkungan sekitar usaha yang bekerja mengolah lidah buaya | Sumber foto: IG @efendhi_alan.rv


Selain Mountvera Sejati yang menaungi merek Rasane Vera, Alan juga menggagas wisata edukasi. Ia membuka kelas edukasi bagi siapa saja yang mau belajar budidaya lidah buaya dengannya.


Keberadaan wisata edukasi pada akhirnya mampu membuka peluang meningkatnya pendapatan masyarakat setempat. Mulai dari warung sampai tukang parkir, semuanya terdampak secara positif berkat kehadiran wisata edukasi yang digagas oleh Alan.

 

Berkat Mereka yang Tidak Bisa Konsumsi Gula

Alan dan ibunya merintis pembuatan minuman sehat berbahan baku lidah buaya dengan beberapa varian. Ada produk lidah buaya yang menggunakan stevia, gula batu, hingga madu klanceng. Menurutnya, semua produk tersebut dibuat dengan menyesuaikan target market masing-masing.


                         Lezatnya produk Rasane Vera | Sumber foto: IG @efendhi_alan.rv


Khusus Rasane Vera dengan pemanis stevia adalah produk baru yang dirilis tahun 2019. Target marketnya adalah mereka yang tidak bisa minum manis, apalagi yang berkalori tinggi.


Bahan baku stevia sendiri ia dapat dari mitranya yang menanam di daerah Sleman dan Tawangmangu. Ia membelinya secara online berupa daun kering. Pemanis alami ini terbukti cukup digandrungi.


Alan melihat adanya peluang pasar yang belum dimanfaatkan. Menurutnya, ada konsumen yang ingin juga bisa menikmati produk lidah buaya tetapi khawatir dengan gula yang memiliki kalori tinggi. Di sinilah lidah buaya menjadi solusi karena rendah gula dengan kandungan manfaat kesehatan yang besar.


Pemberdayaan produktif

Hingga kini, siapa pun bisa menjumpai produk Rasane Vera milik Alan di hampir seluruh toko oleh-oleh di Yogyakarta, selain juga bisa dibeli secara online. Spirit dan optimisme seolah terpatri dalam setiap kemasan lidah buaya yang dibeli para turis atau pelancong sebagai buah tangan. 


Ada semangat pemberdayaan dalam usaha Alan | Sumber foto: IG @efendhi_alan.rv


Keberhasilan Alan dalam budidaya lidah buaya padahal semula dicemooh layak dicatat dengan tinta emas. Bahwa dalam kesuksesan terkandung perjuangan dan sikap tahan banting. Dan bahwa kewirausahaan bisa dimulai dari mana pun dengan memanfaatkan potensi lokal, dalam hal ini tanah tandus, dan membangun kolaborasi untuk memajukan daerah setempat.


Tak heran jika PT Astra International Tbk mengganjarnya dengan penghargaan prestisius karena telah mampu menggerakkan ratusan orang mitra petani binaan, yang tersebar di Kabupaten Gunung Kidul, Klaten, Bantul, hingga Sleman. Semangat pemberdayaan terpancar kuat sebagai value utama, terbukti dari dorongannya kepada mitra yang mahir untuk menjalankan usaha minuman sehat secara mandiri, terutama kaum perempuan yang semakin produktif. 

0 komentar:

Posting Komentar